Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah negara diperkirakan akan sulit lepas dari ketergantungan terhadap energi fosil karena dukungan pendanaan pembangkit berbahan bakar gas, saluran pipa, dan pabrik regasifikasi gas alam masih dipertahankan.
Bank Dunia dan Korporasi Keuangan Internasional masih mempertahankan dukungannya terhadap infrastruktur gas fosil dan gas alam cair di Indonesia, Bangladesh, dan Pakistan.
Kedua lembaga tersebut bertanggung jawab atas model energi berbasis gas yang tidak berkelanjutan dan mudah menguap di negara-negara ini.
Terdapat sebesar US$379 miliar infrastruktur gas baru yang direncanakan di Asia yang terancam menjadi aset terdampar. Namun, negara-negara di di dunia mulai beralih dari bahan bakar fosil untuk memenuhi target Perjanjian Paris.
Investasi gas yang terencana di Asia terdiri dari US$ 189 miliar pembangkit listrik berbahan bakar gas, US$54 miliar saluran pipa gas, dan US$136 miliar terminal ekspor-impor gas alam cair.
Baca Juga: Imbas Kenaikan Harga Komoditas, Subsidi LPG 3 Kg Diperkirakan Mencapai Rp 127 Triliun
Apabila direalisasikan dan dioperasikan dalam kapasitas penuh maka seluruh infrastruktur tersebut akan memberikan dampak besar hingga 1,5°C pemanasan global.
Studi kasus yang dirilis oleh kelompok sipil di Indonesia, Pakistan, dan Bangladesh ini menunjukkan bagaimana Lembaga Bank Dunia justru mendorong ketergantungan negara terhadap gas fosil daripada menyediakan dukungan untuk proses transisi kepada energi yang berkelanjutan dan terbarukan.
“Perencanaan infrastruktur gas yang baru melingkupi pembangkit listrik tenaga gas, saluran pipa, pelabuhan, terminal impor gas alam cair, dan pabrik regasifikasi. Hal ini akan menghambat upaya nyata transisi ke energi bersih dan terbarukan oleh Indonesia," kata Andri Prasetiyo Manager Riset dan Program Trend Asia di Indonesia dalam keterangannya, Rabu (11/5).
Selain berdampak besar terhadap lingkungan dan kesehatan, lanjutnya, emisi metana dari proyek tersebut akan berkontribusi secara signifikan terhadap emisi gas rumah kaca Indonesia di tengah krisis iklim dunia.