kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Renegosiasi kontrak cuma sentuh pertambangan kecil


Selasa, 12 November 2013 / 11:59 WIB
Renegosiasi kontrak cuma sentuh pertambangan kecil
ILUSTRASI. Drama Korea berjudul Start Up adalah salah satu drakor yang memiliki tema tentang kehidupan di dunia perkantoran perusahaan rintisan atau start up.


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Pemerintah Indonesia tak berdaya menghadapi korporasi raksasa. Lihat saja, pemerintah tak sanggup memaksa perusahaan-perusahaan besar untuk menyepakati renegosiasi pertambangan. Sampai sekarang, mereka belum mau mempersempit areal garapannya dan menolak membayar royalti lebih tinggi ke negara.

Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susyanto mengatakan, pada akhir November 2013, ada 14 pemegang kontrak karya mineral dan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang akan menandatangani kesepakatan dalam rangka renegosiasi.

Tetapi, kebanyakan adalah PKP2B dan hanya beberapa  penambang mineral. Perusahaan tambang besar seperti PT Freeport Indonesia, PT Newmont Nusa Tenggara, PT Kaltim Prima Coal (KPC), dan PT Adaro Energy Tbk tidak termasuk dalam 14 perusahaan tersebut. "Sebab, masih terkendala renegosiasi soal kewajiban pemurnian mineral atau pembangunan smelter," imbuh Susyanto, kemarin.

Susyanto mengakui, proses renegosiasi dengan perusahaan besar seperti Freeport, Newmont, Adaro, dan KPC masih dalam proses dan perlu pembicaraan lebih intens. "Mereka adalah pemegang kontrak dan punya banyak kepentingan. Kami tak bisa memaksakan maunya pemerintah," kata dia.

Meski demikian, Susyanto mengatakan, pemerintah masih sangat optimistis, bahwa amanat UU Minerba menyangkut renegosiasi KK dan PKP2B akan dapat diselesaikan. "Yang sedang proses final ada 14 perusahaan, namun perusahaannya lainnya masih on the track," ujarnya.

Sumber KONTAN di Kementerian ESDM yang enggan disebut namanya, menambahkan, renegosiasi kontrak pertambangan pada PKP2B generasi pertama sulit mencapai kesepakatan, terutama soal poin pengurangan luas areal produksi menjadi 15.000 hektare (ha). Sementara, luas areal PKP2B tersebut umumnya lebih dari 100.000 ha.

Sumber itu bilang, PKP2B mineral juga banyak yang belum mau menyepakati soal kenaikan royalti berupa pengenaan bea keluar terhadap batubara yang hendak diekspor. "Sekarang, kami fokus untuk penyelesaian renegosiasi 12 PKP2B dan 2 KK Mineral pada akhir bulan ini," ujar sumber itu, Senin (11/11). Pemegang KK Mineral yang masih menolak mengurangi areal garapannya serta menolak membayar royalti lebih tinggi ke Negara.

Harus sesuai UU

Simon F Sembiring, pengamat pertambangan, mengatakan, PKP2B yang bersedia merevisi kontrak dalam renegosiasi pertambangan, produksi batubaranya tidak sebesar perusahaan lain yang belum selesai proses renegosiasi. "Saya tidak menemukan PKP2B generasi pertama yang bersedia renegosiasi kontraknya," kata dia.

Berdasarkan data produksi batubara Kementerian ESDM pada 2012, PT Kadya Caraka Mulia mencapai 246.828 ton, PT Sumber Kurnia Buana sebanyak 391.211 ton, dan PT Mandiri Intiperkasa sebesar 2,1 juta ton. Jumlah tersebut jauh lebih kecil dibandingkan PKP2B generasi pertama, seperti PT Adaro Indonesia sebesar 33,8 juta ton, dan PT Kaltim Prima Coal sebanyak 37,6 juta ton.

Simon mengingatkan, poin renegosiasi kontrak kepada 14 perusahaan itu juga harus sesuai dengan UU Minerba. Yakni, penyesuaian luas areal tambang, perubahan perpanjangan kontrak menjadi izin usaha pertambangan (IUP), kenaikan royalti, melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, kewajiban divestasi, serta penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×