Reporter: Herlina KD |
JAKARTA. Rencana penggantian pabrik pupuk yang telah berumur lebih dari 30 tahun melalui program revitalisasi pabrik pupuk nasional nampaknya harus dihitung ulang. Sebab, tak semua pabrik pupuk lama perlu untuk diganti dengan pembangunan pabrik pupuk baru. Artinya, dana revitalisasi pupuk bisa dihemat.
Seperti diketahui, saat ini ada sekitar tujuh pabrik pupuk umurnya yang sudah uzur. Ketujuh pabrik itu adalah tiga pabrik pupuk milik PT Pupuk Sriwijaya, satu pabrik milik PT Petrokimia Gresik, satu pabrik milik PT Pupuk Kalimantan Timur, satu pabrik milik PT Pupuk Kujang dan satu pabrik milik PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). Tapi, dari ketujuh pabrik itu, untuk tahun ini pemerintah fokus pada restrukturisasi tiga pabrik pupuk, masing-masing satu pabrik milik pabrik pupuk Kujang, pabrik PKT dan pabrik pupuk Sriwijaya.
Ketua Umum Dewan Pupuk Nasional Zaenal Sudjais menjelaskan, untuk melakukan peremajaan atau revitalisasi pabrik pupuk ini tak perlu membangun pabrik pengganti alias membangun pabrik baru.
"Dewan pupuk menentang bahwa pabrik lama harus dibongkar habis. Sebab, pabrik lama yang umurnya masih sekitar 28 tahun - 30 tahun masih bisa dipertahankan (diremajakan) dengan program revamping atau optimalisasi," ujar Zaenal saat Simposium Dewan Pupuk di Jakarta, Kamis (11/11).
Dengan peremajaan ini, ongkos revitalisasi bisa lebih dihemat. Pasalnya, peremajaan pabrik dengan program revamping hanya membutuhkan biaya sekitar 20% - 25% dari total biaya pembangunan pabrik baru.
Contohnya, untuk membangun pabrik baru dengan kapasitas 570.000 ton per tahun, bisa menelan dana sekitar US$ 300 juta. Nah, dengan program revamping ini, biaya peremajaan pabrik pupuk dengan memanfaatkan pabrik lama hanya membutuhkan dana sekitar US$ 60 juta - US$ 70 juta.
Peremajaan dengan cara optimalisasi pabrik ini akan bisa memperpanjang umur pabrik hingga 12 tahun ke depan dan bisa meningkatkan efisiensi penggunaan gas.
Kalah efisien
Meski begitu, Zaenal mengakui, tingkat efisiensi dari program revitalisasi dengan menggunakan revamping ini tidak setinggi bila membangun pabrik baru. Jika membangun pabrik baru gas yang dibutuhkan untuk memproduksi satu ton urea sekitar 24 mmbtu. "Kalau pabrik lama sekitar 32 mmbtu per ton. Kalau direvamping bisa turun menjadi sekitar 30 mmbtu per ton itu sudah bagus. Sudah ada peningkatan," jelas Zaenal.
Memang tidak semua pabrik pupuk bisa diremajakan tanpa membongkar pabrik lama. Dari tujuh pabrik yang masuk dalam daftar revitalisasi, hanya enam pabrik yang masih bisa diremajakan tanpa harus dibongkar.
"Kalau untuk pabrik milik PKT dewan pupuk tidak keberatan untuk dibongkar, karena memang sudah tidak efisien lagi," ujar Zaenal. Asal tahu saja, pabrik PKT I mulai berproduksi sejak tahun 1984, tapi bangunannya sudah didirikan sejak tahun 1970 an.
Jika ada enam pabrik yang masih bisa dioptimalisasi, maka pemerintah bisa menghemat biaya revitalisasi pabrik pupuk. Sebab, untuk optimalisasi enam pabrik pupuk ini hanya dibutuhkan dana sekitar US$ 420 juta. Sementara untuk membangun pabrik baru berkapasitas 1,2 juta ton untuk menggantikan pabrik PKT I yang sudah usang dibutuhkan dana sekitar US$ 600 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News