kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.596.000   -9.000   -0,35%
  • USD/IDR 16.805   35,00   0,21%
  • IDX 8.644   106,34   1,25%
  • KOMPAS100 1.196   14,99   1,27%
  • LQ45 852   6,61   0,78%
  • ISSI 309   4,03   1,32%
  • IDX30 439   3,37   0,77%
  • IDXHIDIV20 514   3,08   0,60%
  • IDX80 133   1,39   1,06%
  • IDXV30 139   1,20   0,87%
  • IDXQ30 141   0,87   0,62%

Outlook Industri Migas 2026: Investasi Dikejar, Target Lifting Diuji Lapangan Tua


Senin, 29 Desember 2025 / 18:50 WIB
Outlook Industri Migas 2026: Investasi Dikejar, Target Lifting Diuji Lapangan Tua
ILUSTRASI. (REUTERS/Pascal Rossignol) Memasuki 2026, pemerintah memiliki agenda besar membalikkan tren penurunan produksi minyak dan gas bumi (migas) nasional.


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki 2026, pemerintah memiliki agenda besar membalikkan tren penurunan produksi minyak dan gas bumi (migas) nasional.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan produksi siap jual alias lifting minyak nasional sebesar 610.000 barel per hari (bph) pada 2026, seiring upaya menarik investasi hulu migas hingga US$ 16 miliar. Namun, dominasi lapangan tua, keterbatasan proyek baru, serta perizinan menjadi tantangan untuk mencapai target tersebut.

Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan, program prioritas sektor energi pada 2026 diarahkan untuk memperkuat ketahanan dan kemandirian energi. Fokus utamanya mencakup peningkatan produksi minyak bumi minimal 610.000 bph, penguatan program bioenergi seperti implementasi B50, BE10–15, hingga bioavtur, serta peningkatan kapasitas pengolahan minyak di dalam negeri baik melalui kilang eksisting maupun pembangunan kilang baru.

Kementerian ESDM mencatat, realisasi lifting minyak hingga akhir November 2025 berada di kisaran 610.000 bph, naik dari capaian 2024 yang sekitar 580.000 bph. Sementara itu SKK Migas mencatat  lifting minyak nasional mencapai 604.825 barel minyak per hari (bph) hingga Selasa (23/12). Capaian tersebut masih terpaut sekitar 175 bph dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang dipatok sebesar 605.000 bph.

Baca Juga: Pertamina International Shipping dan PAL Menjajaki Kerjasama di Bidang Kapal

“Berdasarkan konsolidasi yang dilakukan pada tahun 2024 yang lalu, ini menunjukkan hasil yang cukup signifikan,” ujar Yuliot usai ditemui dalam agenda Rapat Koordinasi Bidang Dukungan Bisnis SKK Migas - KKKS Tahun 2025, beberapa waktu lalu.

Menurut Yuliot, kenaikan produksi pada 2025 menjadi fondasi penting untuk menjaga ketahanan energi nasional. Namun, untuk mengamankan produksi pada 2026 dan mengejar target jangka panjang, pemerintah menyiapkan langkah korektif di lapangan.

Ada tiga fokus konsolidasi pemerintah bersama kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), yakni perbaikan regulasi dan perizinan, percepatan pembangunan infrastruktur pendukung operasi migas, serta penguatan ekosistem industri penunjang.

“Seluruh kendala KKKS, mulai dari perizinan, pengadaan lahan, hingga pemenuhan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), akan diinventarisasi. Dari hasil rakor ini akan ada rekomendasi kepada pemerintah,” kata Yuliot.

Tak hanya 2026, pemerintah juga membidik target jangka menengah hingga 2029. Produksi minyak ditargetkan meningkat bertahap hingga 900.000 barel per hari, bahkan mendekati 1 juta barel per hari.

“Target ini tidak hanya melihat 2026, tapi peningkatan bertahap sampai 2029,” ujar Yuliot.

Target Investasi US$ 16 Miliar

Dari sisi investasi, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) membidik investasi hulu migas mencapai US$ 16 miliar atau sekitar Rp 266 triliun pada 2026. Kepala SKK Migas Djoko Siswanto menyatakan target tersebut telah dikunci dalam work program and budget (WP&B) 2026.

Untuk mendorong produksi, SKK Migas menetapkan strategi agresif, antara lain pengeboran minimal 100 sumur eksplorasi, 100 kegiatan multi-stage fracturing (MSF), serta pengeboran 100 sumur di struktur atau lapangan baru.

Baca Juga: Paragon Karya Perkasa (PKPK) Bidik Produksi Batubara 3 Juta Ton Tahun 2026

“Dalam WP&B 2026, minimum 100 sumur eksplorasi, 100 MSF, dan 100 sumur di struktur baru,” ujar Djoko.

Saat ini, tim teknis SKK Migas tengah memetakan sekitar 300 struktur potensial yang bisa dibor guna menopang tambahan produksi pada tahun-tahun mendatang. Selain eksplorasi, peningkatan produksi juga diharapkan datang dari penerapan enhanced oil recovery (EOR), pengelolaan sumur tua, sumur idle, serta optimalisasi sumur masyarakat.

Djoko menyebut, target lifting minyak 2026 sebesar 610.000 bph lebih tinggi dibanding proyeksi 2025 sekitar 605.000 bph. Optimisme tersebut didukung oleh perbaikan regulasi, termasuk penerapan ketentuan 14/2025, serta percepatan proses pengambilan keputusan di internal pemerintah.

Meski demikian, tantangan masih membayangi. Djoko mengakui proses perizinan yang belum sepenuhnya lancar, rantai pasok pengadaan yang sulit diprediksi, kesiapan vendor nasional, pemenuhan TKDN, hingga dinamika sosial dan keamanan operasi masih menjadi pekerjaan rumah.

Di luar pemerintah, pelaku dan pengamat migas melihat target lifting 610.000 bph pada 2026 masih berat. Praktisi migas Hadi Ismoyo menilai, meski sektor hulu menunjukkan perbaikan dengan skema fiskal yang lebih fleksibel dan bagi hasil yang lebih menarik, kondisi lapangan migas Indonesia yang mayoritas sudah mature menjadi tantangan utama.

Sekitar 70% wilayah kerja pertambangan (WKP) migas berada pada fase lapangan tua dengan tingkat water cut tinggi dan laju penurunan produksi (decline rate) yang besar.

“Prediksi saya, produksi 2026 akan berada di kisaran 570.000–580.000 bph,” kata Hadi kepada Kontan, Senin (29/12).

Ia menilai, sebagian besar kenaikan produksi masih bertumpu pada well work program, infill well, dan program optimalisasi lapangan produksi (OPL) serta plan of development (PoD) kecil.

Sementara itu, kontribusi EOR yang selama ini digadang-gadang sebagai andalan masih relatif terbatas. Di sisi lain, eksplorasi membutuhkan waktu panjang, sekitar 5–10 tahun, untuk bisa on stream meski dengan skema fast track.

Kontribusi sumur rakyat yang diperkirakan 10.000–15.000 bph juga belum bisa diandalkan secara masif dan berkelanjutan. Dari sisi investasi, Hadi menilai 2026 akan menjadi tahun yang cukup berat karena minimnya PoD besar yang masuk tahap engineering, procurement, construction, and installation (EPCI).

“Ambisi investasi US$ 16 miliar terlihat sulit dicapai tanpa terobosan besar dan penetapan 2026 sebagai tahun eksplorasi,” ujarnya.

Meski demikian, peluang eksplorasi migas nasional masih terbuka lebar. Kementerian ESDM mencatat terdapat 68 cekungan eksplorasi yang belum tersentuh, dengan enam sweet spot yang telah diidentifikasi. Pengamat menilai, pemerintah perlu lebih agresif mendorong eksplorasi masif sebagai bagian dari peta jalan penemuan raksasa (giant discovery roadmap).

Hadi menyarankan, pemerintah tidak hanya bergantung pada KKKS asing, tetapi juga menggerakkan kolaborasi antara Danantara dan Pertamina untuk mengejar penemuan besar.

“Jika eksplorasi dilakukan secara masif, dalam 10–15 tahun Indonesia bisa mencapai produksi 1 juta bph seperti Guyana,” ujarnya.

Tantangannya adalah biaya lifting yang tinggi akibat dominasi lapangan tua, sehingga solusi jangka panjang tetap bertumpu pada penemuan lapangan baru.

Baca Juga: Kebun Raya Bogor Bidik 80.000 Pengunjung di Libur Nataru, Ini Strateginya

Berikut daftar 10 besar kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dengan produksi minyak dan kondensat terbesar per November 2025:

1. ExxonMobil Cepu Ltd – 153.932 BOPD

2. Pertamina Hulu Rokan – 151.053 BOPD

3. Pertamina EP – 68.504 BOPD

4. Pertamina Hulu Energi ONWJ – 25.538 BOPD

5. Pertamina Hulu Mahakam – 23.559 BOPD

6. Pertamina Hulu Energi OSES – 17.180 BOPD

7. Medco E&P Natuna – 16.747 BOPD

8. PetroChina International Jabung – 13.212 BOPD

9. Pertamina Hulu Sanga-Sanga – 13.209 BOPD

10. Bumi Siak Pusako – 7.654 BOPD

Hilir dan Kebijakan Impor BBM dan Sola

Di sisi hilir, Kementerian ESDM juga tengah menyiapkan kebijakan kuota impor bahan bakar minyak (BBM) bagi SPBU swasta pada 2026. Direktur Jenderal Migas Laode Sulaeman mengatakan, besaran kuota masih dalam perhitungan dengan mempertimbangkan tren konsumsi BBM yang tinggi sepanjang 2025.

Salah satu opsi yang mengemuka adalah mempertahankan porsi impor SPBU swasta di level 10%, meski keputusan final masih menunggu persetujuan Menteri ESDM.

Adapun, Kementerian ESDM menyatakan kebijakan penghentian impor solar oleh badan usaha (BU) swasta yang mengoperasikan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) akan berlaku mulai April 2026.

Baca Juga: Tantangan Industri Manufaktur Tahun 2026: Dari Harga Gas Hingga Gempuran Impor

Mulai saat itu, seluruh kebutuhan solar nasional, termasuk untuk SPBU swasta, wajib dipenuhi dari produksi kilang minyak dalam negeri atau melalui Pertamina.

Bahlil mengatakan, jika RDMP Balikpapan beroperasi penuh pada 2026, produksi solar nasional berpotensi mengalami surplus sekitar 3 juta hingga 4 juta kiloliter (KL). Dengan kondisi tersebut, pemerintah menargetkan tidak ada lagi impor solar mulai tahun depan.

“Solar nanti 2026 itu, kalau RDMP [Balikpapan] kita sudah jadi, itu surplus kurang lebih sekitar 3–4 juta. Agenda kami 2026 itu enggak ada impor solar lagi,” ujar Bahlil di Jakarta, Minggu malam (28/12).

Meski demikian, Bahlil membuka peluang impor dalam jumlah terbatas pada awal 2026, bergantung pada kesiapan kilang. Ia menyebut, jika operasional penuh RDMP baru tercapai sekitar Maret 2026, maka impor masih mungkin dilakukan pada Januari–Februari.

“Tergantung [kesiapan kilang]. Kalau Pak Simon [Dirut Pertamina] katakanlah bulan Maret baru bisa [RDMP Balikpapan], berarti Januari, Februari yang mungkin sedikit [impor]. Tapi itu pun lagi saya eksersai ya. Tapi kalau katakanlah Januari, Februari pun enggak perlu impor, ya enggak usah. Ngapain impor? Tapi kalau kebutuhan memang harus katakanlah kalau kita belum siap, ya kita daripada enggak ada kan gitu," jelasnya.

Sejalan dengan itu, Pertamina menyatakan kesiapan mendukung kebijakan pemerintah. Pjs. Corporate Secretary PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Milla Suciyani mengatakan, Pertamina siap menyesuaikan produksi solar sesuai kebutuhan nasional.

“Produksi solar dapat kami sesuaikan dengan kebutuhan,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (28/12).

Hadi Ismoyo menilai, penghentian impor tersebut semakin mempersempit ruang gerak BU swasta di sektor hilir migas.

“Terus terang ikut prihatin karena ruang gerak SPBU swasta semakin sulit. Padahal Indonesia menganut sistem terbuka. Dalam Perpres Nomor 96 Tahun 2024, konsep penyangga energi nasional juga melibatkan swasta,” kata Hadi kepada Kontan, Minggu (28/12).

Menurutnya, kebijakan ini berpotensi menciptakan kesan sumber pasokan BBM hanya boleh berasal dari satu pintu, yakni Pertamina.

Dari sisi kapasitas, Hadi mengakui kilang nasional setelah RDMP Balikpapan rampung akan mendekati 1,2 juta bph dan secara kuantitas dinilai cukup. 

Ditambah lagi, program mandatori biodiesel B40 yang dinilai sukses diperkirakan mampu memenuhi kebutuhan biodiesel nasional sekitar 16 juta kiloliter (KL) pada 2026.

Meski demikian, Hadi mengingatkan kecukupan kapasitas belum tentu sejalan dengan kesesuaian spesifikasi dan mutu produk bagi SPBU swasta. 

“Cukup dari sisi kapasitas, tetapi belum tentu dari sisi spesifikasi dan mutu sesuai kebutuhan SPBU swasta,” ujarnya.

Ia juga menilai arah kebijakan yang terlalu menutup peran swasta berpotensi kontraproduktif terhadap target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8% pada akhir masa jabatan Presiden 2029. Target tersebut membutuhkan investasi ratusan miliar dolar AS. 

“Kalau kebijakan kita mengarah ke monopoli halus, itu tidak sehat bagi persaingan usaha dan iklim investasi,” tambahnya.

Baca Juga: Dorong Ekspansi, Alfamidi Gandeng 4.724 UMKM

Selanjutnya: Pemerintah Kerek Cadangan Beras Jadi 4 Juta Ton pada 2026

Menarik Dibaca: Kenali Growth Mindset Biar Kualitas Hidup Meningkat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×