kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pajak UMKM, kok enggak nyambung?


Kamis, 11 Juli 2013 / 18:26 WIB
ILUSTRASI. Shopee PayLater.


Reporter: Anastasia Lilin Y | Editor: Imanuel Alexander

Jakarta. Meski menyandang predikat kelas teri, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) senantiasa menarik digarap perbankan. Merujuk data laporan keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI), misalnya. Porsi penyaluran kredit mikro bank pelat merah ini per Maret 2013 Rp 121,04 miliar. Atau, 34,67% dari total kredit untuk semua segmen yang mencapai Rp 349,13 miliar. Padahal akhir tahun lalu capaian kredit ini baru Rp 115,49 miliar.

Walau penyaluran sedikit menurun, Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (Bank Jatim) juga menaruh minat pada segmen UMKM. Dari laporan keuangan kuartal I–2013, bank ini mencatat porsi kredit UMKM sebesar 28,12% dari total kredit yang mereka salurkan Rp 18,57 miliar. Sementara akhir tahun lalu mencetak 29,47% dari total kredit Rp 18,30 miliar.

Bank Negara Indonesia (BNI) yang tak tampak agresif menyasar UMKM, nyatanya memiliki catatan porsi yang tak mengecewakan. Laporan keuangan kuartal I-2013 bank milik pemerintah ini menyebut porsi kredit UMKM tiga bulan pertama tahun ini dan akhir tahun lalu 15,65% dan 15,89%. Total kredit triwulan pertama tahun ini dan akhir tahun lalu Rp 193,69 miliar dan Rp 193,83 miliar.

Maklum, dari sisi bunga, sektor UMKM memberikan imbal hasil paling besar. Mengacu data suku bunga dasar kredit Bank Indonesia (SBDK BI) per Mei 2013, kredit mikro menempati posisi wahid rata-rata bunga, yakni 13,82% per tahun. Menyusul kredit non-KPR sebesar 11,35%, lalu kredit ritel 10,57%, kredit KPR 10,20%, serta kredit korporasi 9,21%.

Lima bank yang memungut bunga kredit mikro terbesar adalah Bank Mandiri sebesar 22%, BRI 19,25%, Bank CIMB Niaga 19%, Bank Danamon 19,76%, dan Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) sebesar 18,38% per tahun.

Meski dibebani bunga yang tinggi, bukan berarti risiko gagal bayar atawa non performing loan (NPL) juga tertinggi, lo. Achmad Baiquni, Direktur BRI memerinci, NPL kredit mikro di bawah 1,4%, lalu kredit konsumer 1,5%–1,6% dan kredit korporasi di bawah 1%.

Namun, Baiquni buru-buru menambahkan, bahwa bunga tinggi tak cuma perkara NPL. Melainkan juga karena total biaya untuk memberikan kredit alias cost of fund segmen UMKM terbesar. Dia memberi gambaran, cost of fund untuk memberikan pinjaman Rp 20 juta dan Rp 200 juta: sama.

Padahal, jumlah pengusaha mikro lebih banyak. Jadi, BRI membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak juga. Belum lagi letak pengusaha segmen ini kebanyakan di daerah-daerah terpencil. “Overhead cost kantor di daerah terpencil ini besar,” ungkap Baiquni.

Tak ada revisi

Edy Awaludin, Wakil Presiden Divisi Bisnis Komersial dan Usaha Kecil BNI, bilang, selain overhead cost, ada juga biaya premi asuransi. Lantaran perusahaan asuransi masih menilai segmen mikro memiliki risiko NPL tinggi, maka nilai premi kredit mereka terbesar.

Dalam melayani kredit untuk UMKM, menurut Rudie Hardiono, Corporate Secretary Bank Jatim, bank tetap mengedepankan lima syarat pengajuan kredit yang disingkat 5C (character, capacity, collateral, capital, dan condition). Sistem kehati-hatian ini sudah diterapkan sebelum Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 yang mengatur pajak penghasilan (PPh) atas UMKM ada.

Bagi debitur dengan pinjaman di atas Rp 50 juta, Bank Jatim mewajibkan pelaku UMKM memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Untuk semua debitur, Bank Jatim membantu dalam hal analisis omzet mereka. “Karena UMKM tidak punya catatan detail tiap hari, maka kami biasanya mengambil omzet dari rata-rata,” ujar Rudie.

Selain analisis kredit, perbankan juga melakukan analisis risiko. Termasuk menilai aspek usaha, pemasaran, dan tingkat keuangan dari UMKM.

Wahyudi Nasution, Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Wilayah Klaten, mengatakan, meski perbankan menerapkan sistem yang sepertinya ketat, di lapangan bisa sangat berbeda. Berangkat dari pengalaman, tawaran kredit dari marketing perbankan selalu datang saban minggu plus berbagai iming-iming.

Banjir tawaran kredit bagi pelaku UMKM yang dinilai feasible juga datang dari bank nonformal atau kadang disebut bank plecit. “Para marketing bank ini, kan, juga ditargetkan untuk memberikan pinjaman,” ungkap Wahyudi.

Baik BRI, BNI, maupun Bank Jatim masih optimistis bisa mencapai target penyaluran kredit UMKM hingga akhir tahun nanti. Dus, pemberlakukan PP No. 46/2013 juga tak lantas mengecilkan tingkat risiko kredit segmen ini. “Kami tidak ada rencana untuk menurunkan bunga kredit mikro karena kemarin pun BI baru menaikkan bunga acuan,” kata Baiquni.

Pemberlakuan PP No. 46/2013 juga tak lantas menjadi daftar yang akan dimasukkan ke syarat pengajuan kredit UMKM. “Kami mendukung kebijakan pemerintah tapi kami juga membuka peluang bagi semua pelaku UMKM,” kata Edy.

Jadi, apakah pemberlakuan PP No. 46/2013 yang juga bertujuan untuk menjadikan UMKM bankable masuk akal?


***Sumber : KONTAN MINGGUAN 41 - XVII, 2013 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×