Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Efek pandemi Corona mulai menjalar ke sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia. Akibatnya, target produksi minyak siap jual (lifting), investasi, serta pengoperasian (on stream) proyek hulu migas tahun ini ditaksir bakal terganjal.
Hal itu diakui oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman mengungkapkan, hingga saat ini pihaknya memang belum mengubah target lifting maupun investasi hulu migas. Menurutnya, realisasi hingga akhir Februari masih berjalan normal.
Baca Juga: Virus Corona Ancam Kelangsungan Industri Migas
Namun, melihat perkembangan efek gulir pandemi Corona, Fatar mengatakan bahwa target lifting maupun investasi hulu migas hingga akhir 2020 nanti bakal mengalami perubahan. Apalagi, katanya, pengerjaan di sejumlah sumur pengambangan juga mengalami penundaan.
"Belum berubah (target), tapi beberapa sumur pengembangan ditunda. Sampai akhir Februari masih stabil, kalau sampai akhir tahun akan berubah," ujar Fatar saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (31/3).
Hanya saja, Fatar masih belum bisa membuka detail perubahan target lifting dan investasi yang dimaksud. Menurutnya, kondisi saat ini sangat dinamis, sehingga SKK Migas masih harus mencermati perkembangan situasi aktual, termasuk melakukan diskusi dan perhitungan bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
"Tapi seberapa besar (perubahan target), ya masih dicermati terus. Situasinya sangat dinamis," ungkap Fatar.
Asal tahu saja, pada tahun ini target lifting minyak dipatok sebesar 755.000 barel per hari (bopd), sementara gas bumi ditarget di angka 1.191 barel setara minyak per hari (boepd). Adapun, target investasi sektor migas tahun ini sekitar US$ 15 miliar. Dari jumlah tersebut, sebesar US$ 13,8 miliar berasal dari sektor hulu migas.
Baca Juga: Harga minyak tertekan corona, kinerja hulu migas diklaim masih terjaga
Dihubungi terpisah, Direktur Operasi SKK Migas Julius Wiratno mengungkapkan, pandemi Corona ini juga menganjal target on stream sejumlah proyek hulu migas. Dari 12 proyek hulu migas yang dijadwalkan on stream tahun ini, satu proyek, yakni proyek gas Marakes mengalami penundaan.
Sebelumnya, proyek gas dengan estimasi produksi sebanyak 360 mmscfd itu ditargetkan bisa onstream pada September 2020. Namun, pandemi Corona membuat pengeboran tertunda dan mobilitas tenaga kerja juga terhambat. Alhasil, jadwal onstream proyek ini mundur hingga tahun depan.
Baca Juga: SKK Migas belum berencana revisi target walau harga minyak terus fluktuatif
Sementara itu, kata Julius, sejumlah proyek sudah berhasil on stream dan sisanya masih berproses. Menurutnya, beberapa proyek yang masih dalam pengerjaan juga berpotensi mundur, namun tetap dikejar agar bisa on stream pada tahun ini.
"Dari 12 project, ada yang selesai, yang lainnya on going. Kemungkinan mengalami kemunduran, tapi tetap kita usahakan onstream tahun ini. Kecuali Marakes yang kelihatannya mundur tahun depan," jelas Julius.
Adapun dari 12 proyek yang ditargetkan bisa beroperasi tahun ini, empat diantaranya sudah berhasil on stream pada Januari dan Februari lalu. Yakni proyek gas Grati, Randu gunting dan Buntal-5, serta proyek utilisasi Sembakung Power Plant.
Selain menghambat proyek yang ditargetkan on stream pada tahun 2020, Julius mengatakan bahwa pandemi Corona juga berpotensi mengganjal sejumlah proyek yang dijadwalkan beroperasi pada tahun 2021. Yakni proyek Jambaran Tiung Biru (JTB) dan Tangguh Train-3.
"Kalau Proyek JTB dan Tangguh Train-3 memang direncanakan onstream 2021. Mungkin ada mundur tapi belum tahu berapa bulan atau kapan, masih kita pelajari dan kita coba recovery," ungkapnya.
Baca Juga: Target produksi Pertamina Hulu Energi tidak berubah meski harga minyak bergejolak
Pengamat migas dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto mengatakan, kondisi hulu migas saat ini jauh lebih rumit dibandingkan dengan biasanya. Sebab, tantangan yang ada bukan sekadar masalah menurunnya harga minyak dunia. Melainkan juga efek pandemi Corona yang mengganggu mobilitas tenaga kerja dan logistik, serta berimbas pada tekanan ekonomi nasional maupun global.
"Kalau harga minyak rendah saja, industri migas mungkin sudah lebih siap menghadapi karena juga sudah bukan sekali dua kali ini terjadi. Tapi ini ada Covid-19, industri hulu migas tidak bisa under estimate pandemi ini," kata Pri.
Baca Juga: Bisnis Pertamina EP terpapar efek virus corona dan koreksi harga minyak mentah
Menurut Pri, saat ini dampak langsung terhadap kinerja hulu migas bisa jadi belum terasa. Namun, katanya, dampaknya terhadap operasional hulu migas akan terasa pada satu atau dua bulan ke depan.
Kondisi ini tentunya juga menjadi pertimbangan bagi KKKS dalam menjalankan rencana investasi. Apalagi, sebagian keputusan dari KKKS juga bergantung dari kantor pusat yang berada di Amerika Serikat maupun Eropa, yang juga terpapar Corona.
"Cepat atau lambat KKKS akan melakukan penyesuaian budget dan expenses. Ujungnya pasti berpengaruh pada kegiatan operasional. Di jangka pendek, efeknya ke anggaran untuk kegiatan lifting. Di jangka menengah-panjang, ke investasi lain seperti eksplorasi, EOR, maupun proyek baru," kata Pri.
Baca Juga: Tertekan harga minyak, Pertamina Hulu Energi (PHE) evaluasi rencana kerja
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News