Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konsumsi semen dalam negeri masih melambat pada kuartal I-2019. Hal ini imbas dari kondisi kapasitas dalam negeri yang over supply dan proyek properti yang masih melambat dibangun.
Alhasil kinerja keuangan beberapa pelaku industri semen merugi. Tengok saja kinerja PT Semen Indonesia Tbk (SMGR, anggota indeks Kompas100). Akuisisi atas PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB) memang langsung mendongkrak pendapatan Semen Indonesia di kuartal pertama 2019. Tapi, laba bersih emiten pelat merah ini justru turun.
Berdasarkan laporan keuangan SMGR yang belum diaudit, pendapatan Semen Indonesia melonjak 22,81% menjadi Rp 8,13 triliun pada tiga bulan pertama tahun ini dari kuartal pertama tahun lalu Rp 6,62 triliun.
Tapi selain peningkatan pendapatan, sisi positif kinerja keuangan SMGR lainnya belum tampak. Margin laba kotor SMGR berada di 27,24% pada kuartal pertama tahun ini, hanya naik tipis dari periode yang sama tahun lalu sebesar 25,94%.
Bahkan, laba bersih SMGR malah melorot hingga 34,86% menjadi Rp 268,10 miliar dari sebelumnya Rp 411,55 miliar. Penurunan laba bersih ini disebabkan oleh lonjakan beban keuangan hingga 210,80% menjadi Rp 711,62 miliar dari Rp 228,96 miliar.
Sekadar mengingatkan, SMGR mengakuisisi 80,64% saham Solusi Bangun Indonesia pada 31 Januari 2019. Nilai akuisisi ini mencapai US$ 916,93 juta atau setara Rp 12,96 triliun.
GM of Corporate Communication Semen Indonesia Sigit Wahono menjelaskan tantangan terbesar bagi Semen Indonesia di tahun 2019 adalah melakukan integrasi bisnis pasca akuisisi dengan SMCB.
Integrasi melalui sinergi di berbagai bidang baik dari sisi operasional, marketing dan supply chain. "Yang diharapkan dapat memperkuat competitive advantage dalam mendukung peningkatan kinerja perseroan," kata Sigit kepada Kontan.co.id, Jumat (24/5).
Sigit menambahkan ketika permintaan semen memang sedang melambat seperti pada kuartal I-2019 dan kuartal II-2019 membuat adanya , kesempatan yang dapat dimanfaatkan SMGR untuk melakukan sejumlah inisiatif pemeliharaan fasilitas produksi dan distribusi. Sehingga siap untuk memenuhi suplai semen pada periode berikutnya yang diperkirakan akan tumbuh.
"Salah satu langkah yang telah dilakukan oleh Perseroan untuk menekan beban biaya adalah dengan penerbitan obligasi," kata Sigit. Ia menambahkan dana yang diperoleh dari Penawaran Umum Obligasi akan digunakan untuk melunasi hutang jangka panjang (refinancing) sehingga dapat menekan beban bunga.
Meski demikian ada juga perusahaan semen yang sanggup meningkatkan kinerjanya di saat kondisi saat ini. Salah satunya PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP, anggota indeks Kompas100). Tercatat dalam laporan keuangan kuartal I-2019 yang belum diaudit, INTP mencatat kenaikan laba bersih sebesar 50,2% menjadi Rp 397 miliar. Pada periode sama tahun sebelumnya, laba bersih INTP adalah Rp 264 miliar.
Menanggapi hal tersebut, Antonius Marcos, Corporate Secretary INTP menjelaskan pencapaian bottomline yang positif di kuartal I-2019 dibanding dengan periode sama tahun lalu karena ada beberapa faktor.
Pertama, karena harga jual rata rata yang lebih tinggi kurang lebih 6% dari tahun lalu. Kedua, adanya peningkatan penjualan volume clinker. Ketiga efisiensi operasi seperti hanya menjalankan pabrik pabrik terbaru. "Optimalisasi pengeluaran output dari terminal terminal terbaru kami," kata Antonius kepada Kontan.co.id, Jumat (24/5).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News