kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pebisnis AMDK: Draft RUU SDA mencampuradukkan kewajiban pemerintah dengan swasta


Kamis, 07 Juni 2018 / 18:29 WIB
Pebisnis AMDK: Draft RUU SDA mencampuradukkan kewajiban pemerintah dengan swasta
ILUSTRASI. AMDK


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Munculnya draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Sumber Daya Air (SDA) dinilai tidak berdampak positif bagi industri, khususnya kalangan pelaku usaha Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).

Rachmat Hidayat, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) menilai tampaknya dalam draft tersebut ada pencampuran antara kewajiban pemerintah dalam mengatur ketersediaan air bagi warga negara dan peraturan industri manufaktur, seperti AMDK.

"Juga tampaknya di RUU tersebut mencampur regulasi air perpipaan, yang mana adalah kewajiban pemerintah dalam menyalurkan hak air bagi masyarakat dengan air industri manufaktur," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (7/5).

Padahal industri AMDK tak lepas dari sektor industri yang bergerak barang konsumsi (consumer goods). Sedangkan soal industri manufaktur yang bekerjasama dengan pemerintah, menurut Rachmat hal semacam itu belum pernah ada di luar negeri. "Bahkan di Republik Rakyat China (RRC) sekalipun tidak ada kerjasama seperti itu," tukasnya.

Sebenarnya, menurut Aspadin, jika merujuk dari keputusan Mahkamah Konstitusi saja, dimana pengaturan penyaluran air perpipaan dikembalikan ke pemerintah sudah sangat baik. Namun sayangnya industri AMDK dimasukkan dalam kategori tersebut yang harus diurus pemerintah juga.

Adapun harapannya pemerintah dalam draft RUU SDA ini dapat memisahkan kedua hal yang berbeda menurut Aspadin, antara air perpipaan dengan air industri AMDK. "Industri AMDK harus dikembalikan pada tempatnya, dalam hal ini industri manufaktur, sama dengan makanan dan minuman dan lainnya. Sedangkan air perpipaan itu tempatnya pelayanan publik," terang Rachmat.

Sementara itu, Thomas M. Wisnu Adjie, Sekretaris Perusahaan PT Akasha Wira International Tbk (ADES) juga mengatakan hal yang senada. "Banyak hal yang tidak pas di draft tersebut," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (7/5).

Wisnu menilai, menyamakan kewajiban PDAM dengan industri AMDK terkesan tidak adil. Menurutnya, kalau mau disamaratakan seharusnya seluruh industri yang menggunakan air sebagai bagaian dari produksi dapat diatur dalam regulasi tersebut.

"Lagi pula dari segi efisiensi, sebenarnya industri AMDK lebih efisien dibandingkan misalnya tekstil, sebab air yang kami pakai tidak ada yang terbuang," urai Wisnu. Alhasil menurut pelaku usaha, draft RUU tersebut terkesan absurd.

Sebagai gambaran saja, menurut Rachmat kebutuhan air perpipaan di Indonesia tiap tahunnya sekitar 6,4 triliun liter. Sedangkan kebutuhan air industri, mengutip dari data Kementerian PU, sekitar 27,7 triliun liter setiap tahunnya. Sementara industri AMDK setiap tahunnya memproduksi hanya kisaran 28 miliar liter saja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×