kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pedagang pasar sebut harga minyak goreng dan cabai melonjak


Rabu, 03 November 2021 / 06:05 WIB
Pedagang pasar sebut harga minyak goreng dan cabai melonjak


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) mengklasifikasikan dua komoditi pangan yang masuk dalam status rawan jelang akhir tahun 2021 nanti. Dua komoditi pangan tersebut ialah minyak goreng dan cabai yang kini mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan.

Ketua Umum IKAPPI Abdullah Mansuri mengatakan, harga minyak goreng di pasaran tembus hingga Rp18.000 - Rp19.000 per liter. Bahkan Abdullah mengungkapkan harga minyak goreng ada yang sampai menyentuh Rp 20.000 per liter.

"Minyak goreng ini tuh udah lama banget ya harganya udah berbulan-bulan catatan kami itu bisa 6 bulan di atas HET. Sekarang lebih parah lagi harganya Rp 17.000 paling rendah sampai ada Rp 20.000 di Jakarta. Ini memang jadi konflik karena HETnya itu Rp 12.000 sampai Rp 13.000. Jadi ini jauh di atas harga eceran tertinggi, ini persoalan tersendiri," jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (2/11).

Adapun komoditas pangan lain yang mengalami kenaikan harga ialah cabai. Saat ini cabai merah keriting ada di harga Rp 41.000 - Rp 42.000 per kilogram. Kemudian ada cabe TW juga sudah merangkak naik harganya menjadi Rp 39.000 per kilogram.

Baca Juga: Harga minyak goreng melonjak, pemerintah berencana hentikan ekspor CPO

"Daging juga menjadi komoditas yang menurut saya punya kekhawatiran khusus untuk akan naik tinggi di Desember, karena permintaannya cukup tinggi nantinya," imbuhnya.

Perihal kondisi cuaca dengan adanya La Nina, Abdullah juga mengingatkan pemerintah untuk mengantisipasi dampaknya terhadap komoditi pangan. Kondisi akhir tahun dan adanya La Nina, IKAPPI meminta adanya ketersediaan stok pangan, agar supply dan demand di pasar dapat seimbang.

Data yang akurat menjadi modal pemerintah untuk mengantisipasi dampak cuaca ekstrem di akhir tahun yang akan berdampak pada ketersediaan pangan dan akhirnya mempengaruhi harga. Data dinilai menjadi modal untuk menentukan kebijakan ke depannya.

Abdullah menambahkan, pemerintah memerlukan data kebutuhan jelang dan pasca Natal dan Tahun Baru (Nataru), data distribusi pangan, hingga data komoditas pangan yang terdampak cuaca seperti La Nina.

Baca Juga: Berikut faktor pendorong inflasi pada Oktober 2021




TERBARU

[X]
×