Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menutup tahun 2025, Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Desember berada di level 51,90. Meski masih berada di zona ekspansi, tapi IKI bulan ini mengalami perlambatan 1,55 poin dibandingkan IKI November 2025 yang berada di level 53,45.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief mengungkapkan bahwa IKI untuk industri yang beroritentasi ekspor maupun pasar domestik kompak melambat pada akhir tahun ini. Secara bulanan, IKI Ekspor menurun 1,82 poin menjadi 52,36.
Sementara IKI Domestik turun 1,38 poin menjadi 51,33. Dari sisi variabel pembentuk IKI, pesanan baru pada bulan Desember melambat 3,17 poin menjadi 52,76. Variabel persediaan produk juga mengalami perlambatan, turun 1,20 poin menjadi 54,99.
Sementara variabel produksi meningkat 0,92 poin meski masih berada di zona kontraksi sebesar 48,41. Menurut Febri, perlambatan IKI pada akhir tahun disebabkan oleh faktor musiman. Pelaku industri cenderung memasang sikap wait and see terhadap outlook bisnis serta menanti kebijakan dan insentif dari pemerintah untuk tahun depan.
Baca Juga: Insentif Mobil Listrik Berakhir, Pasar LCGC Berpeluang Bangkit
"(Penurunan IKI Desember) karena faktor musiman. Industri wait and see, sehingga cenderung menunda untuk membuat kontrak baru sampai tahun depan atau mengeluarkan produksinya ke pasar, sebagian dari mereka masih menahan," kata Febri dalam konferensi pers yang berlangsung pada Selasa (30/12/2025).
Dari 23 sub sektor industri manufaktur yang dianalisis oleh Kemenperin, sebanyak 17 sub sektor mengalami ekspansi. Sub sektor dengan nilai IKI tertinggi pada bulan ini adalah Industri Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisional (KBLI 21) dan Industri Pengolahan Lainnya (KBLI 32).
Sedangkan enam sub sektor yang mengalami kontraksi adalah Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus (tidak termasuk furnitur) serta Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya (KBLI 16), Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik (KBLI 22), Industri Logam Dasar (KBLI 24), Industri Barang Logam Bukan Mesin dan Peralatan (KBLI 25), Industri Komputer, Barang Elektronik dan Optik (KBLI 26), dan Industri Alat Angkut Lainnya (KBLI 30).
Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmasi Kemenperin, Sopar Halomoan Sirait menjelaskan sub sektor industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional mencatat nilai IKI tertinggi karena terdongkrak oleh realisasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Faktor ini mengangkat variabel produksi, stok dan permintaan di sektor farmasi dan obat.
Di sisi lain, Sopar menyoroti sub sektor industri karet, barang dari karet dan plastik yang mengalami kontraksi. Sopar bilang, kontraksi di sub sektor ini disebabkan oleh sejumlah faktor, antara laiin penurunan harga komoditas karet serta perlambatan permintaan di pasar domestik.
Sopar mencontohkan permintaan ban yang melandai sejalan dengan penurunan penjualan otomotif. "Plastik juga mengalami penurunan karena disebabkan oleh permintaan yang melemah dengan penurunan pesanan dari sektor makanan dan minuman," ujar Sopar.
Febri meyakini, kinerja industri manufaktur dan nilai IKI bakal membaik pada awal tahun depan. Salah satu faktor pendorongnya adalah persiapan industri untuk memenuhi permintaan pada masa ramadan - idul fitri yang akan berlangsung pada kuartal I-2026.
"Variabel produksi naik, artinya industri sudah mulai siap-siap. Kemungkinan variabel produksi untuk memenuhi kebutuhan lebaran akan naik lagi pada Januari," ujar Febri.
Di sisi lain, Febri memberikan gambaran bahwa pada tahun depan ada sejumlah industri yang akan memulai operasional produksi di Indonesia. Hal ini sebagai tindak lanjut dari investasi yang telah ditanamkan pada tahun ini atau tahun sebelumnya.
Baca Juga: Di Tengah Ancaman Digital, Itsec Asia (CYBR) Catat Penguatan Bisnis Keamanan Siber
"Perkiraan kami akan ada banyak industri yang mulai berproduksi pertama kali pada tahun 2026. Namun untuk saat ini belum bisa menyampaikan angkanya, baru bisa kami sampaikan setelah masuk laporan dari semua industri," kata Febri.
Selain itu, Febri juga mengungkapkan bahwa Kemenperin ingin kembali menggaraihkan industri otomotif. Salah satunya melalui pemberian insentif. Hanya saja, Febri belum merinci usulan insentif yang telah diajukan oleh Kemenperin kepada Kementerian Keuangan.
Febri hanya menyebut bahwa usulan insentif tersebut telah mempertimbangkan usulan dari asosiasi dan pelaku industri. "Menteri Perindustrian hari ini telah mengirim surat kepada Menteri Keuangan terkait dengan usulan insentif otomotif untuk tahun 2026," tandas Febri.
Selanjutnya: Insentif Mobil Listrik Berakhir, Pasar LCGC Berpeluang Bangkit
Menarik Dibaca: 5 Jenis Pajak yang Bisa Dibayar Online, Praktis untuk Kamu yang Malas Antri
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













