Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Sekretaris Jenderal APVI Garindra menambahkan, saat ini sejumlah produsen produk HPTL bahkan telah mengurangi produksi untuk meminimalkan potensi kerugian. Sekaligus sebagai upaya bertahan di tengah pandemi ditambah pembatasan operasi ritel vape dikarenakan PPKM.
“Fokusnya sekarang bagaimana buat survive, beberapa produsen ada yang mengurangi produksi, ada juga yang memotong marjin. Tapi paling banyak kasusnya adalah mengurangi produksi. Sejumlah toko juga banyak tutup secara permanen, meskipun pertumbuhan beberapa toko baru juga ada,” kata Garindra.
Di tengah kondisi PPKM, sejumlah pengecer HPTL memang lebih fokus untuk memasarkan produk secara daring. Namun, menurut Garindra, pemasaran via daring juga tak mudah, mengingat produk HPTL yang sangat variatif, perlu aspek edukasi dan konsultasi saat memasarkannya kepada konsumen.
Terpukulnya industri HPTL ini, diperkirakan juga akan mempengaruhi penerimaan negara. Sebagai gambaran saja, sejak dilegalkan pada Oktober 2018, penerimaan cukai HPTL tumbuh signifikan. Di tahun 2018 HPTL menyumbang cukai Rp 99 miliar, kemudian meningkat lagi menjadi Rp 427 miliar pada 2019. Dan pada tahun 2020 lalu, HPTL menyumbang kepada kas negara dari cukai sebesar Rp 689 miliar.
Baca Juga: Satgas: Posko PPKM mikro di daerah menjadi ujung tombak pengendalian COVID-19
Di tahun ini AVPI memperkirakan kontribusi cukai HPTL di tahun ini tidak akan mengalami peningkatan. Sebab, para pelaku industri HPTL telah mengantisipasi dengan mengurangi pemesanan pita cukai agar dapat bertahan, sekaligus mengurangi tekanan penurunan penjualan.
Apalagi ekonomi nasional dan daya beli masyarakat juga belum menunjukkan sinyal pemulihan. “Cukai HPTL sampai Juni 2021 jelas terjadi penurunan. Para pelaku usaha sudah cukup belajar dari pengalaman tahun lalu,” pungkas Aryo.
Tahun lalu, anggota AVPI tercatat memesan 4 juta pita cukai yang tak sepenuhnya dapat ditebus lantaran minimnya permintaan di pasar akibat daya beli yang lemah. Alhasil anggota AVPI justru mesti menanggung kerugian karena harus membayar denda Rp 300 per pita cukai yang gagal ditebus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News