Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga sawit dan produk turunannya merupakan komoditas yang cukup fluktuatif. Meski dapat tantangan dari pasar global, pelaku industri di sektor ini optimistis dapat mendorong pertumbuhan bisnisnya selama masa pandemi tahun ini.
Dari segi harga untuk Tandan Buah Segar (TBS), menurut Tofan Mahdi, Senior Vice President of Corporate Communication & Public Affair PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) memang sempat turun akibat pandemi, namun serapan di domestik mampu membantu harga tidak terlalu jatuh.
Baca Juga: Terdampak corona, produksi alat berat diproyeksi anjlok hingga 52% tahun ini
"Sempat turun akibat pandemik ini tetapi karena penyerapan domestik yg baik menyusul program mandatori B30 dan pasar ekspor yang tidak turun terlalu tajam," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (18/6). Lebih lanjut ia bilang, harga TBS juga akan sangat bergantung pada harga minyak mentah dunia (CPO) di pasar dunia.
Lantaran serapan domestik tersebut, Tofan bilang harga CPO bisa terjaga; meski tidak sebaik harga di beberapa waktu yang lalu. Soal harga pupuk, manajemen tak mempunyai catatan khusus, namun dari segi produksi AALI terus berupaya menjaga efisiensi.
Dalam situasi yang belum sepenuhnya stabil seperti sekarang, kata Tofan, tentu perusahaan harus meningkatkan efisiensi di semua lini. Sedangkan untuk belanja pupuk, bagi perseroan karena ini berkait dengan kualitas buah yang akan dihasilkan, tentu tidak akan dikurangi jumlahnya.
Berkat efisiensi itu pula AALI mampu meraup lonjakan laba bersih 892% menjadi Rp 371,06 miliar di kuartal-I 2020. Berdasarkan jenis produk, pendapatan AALI disumbang dari penjualan minyak sawit mentah dan turunannya sebesar Rp 4,44 triliun di kuartal I-2020 naik dari Rp 3,81 triliun pada periode sama tahun 2019.
Baca Juga: Mahkota Group (MGRO) tetap bidik pasar ekspor di tahun ini
Sementara itu Elvi, Corporate Secretary PT Mahkota Group Tbk (MGRO) sebelumnya mengatakan adanya prediksi penurunan produksi sawit di tahun 2020. "Kemungkinan harga CPO memang akan terpengaruh seiring dengan permintaan dunia yang diyakini juga meningkat," ujarnya.
Namun perusahaan lebih melihat pada pasar domestik yang akan berperan penting. Tidak hanya mandatory B30, tapi juga karena dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri dapat memicu peningkatan konsumsi produk akhir dari oleokimia dan oleofood.
Sementara itu dari sisi petani menurut, Mansuetus Darto, Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) dalam media gathering sustainable palm oil, Kamis (18/6), menjelaskan bahwa selama pandemi, harga TBS turun di bawah Rp 1.000 per kilogram (atau sekitar US$ $ 0,07 per kilogram) di tingkat petani swadaya. Sementara itu, harga TBS untuk petani plasma (petani yang bermitra dengan perusahaan penghasil kelapa sawit) tercatat antara Rp 1.200 per kg dan Rp 1.300 (US$ 0,08- US$ 0,09) per kg.
Dia menambahkan bahwa banyak petani kelapa sawit tidak memiliki sumber pendapatan lain dan hanya mengandalkan minyak sawit. Sebuah studi SPKS 2018 mengungkapkan bahwa hanya 30% petani yang memiliki mata pencaharian alternatif mulai dari pengolahan, penanaman karet, dan menjadi pedagang kecil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News