Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha tengah menanti realisasi penurunan harga gas industri. Seperti diketahui, sebelumnya pemerintah menjanjikan akan menurunkan harga gas industri ke level maksimal US$ 6 per mmbtu sesuai dengan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani menilai wacana kebijakan penurunan harga gas industri berpotensi memberikan dampak yang positif bagi pelaku usaha.
Meski begitu, ia berharap pemerintah tidak hanya fokus pada penekanan aspek harga semata. Menurutnya, kebijakan penurunan harga juga mesti dibarengi upaya perbaikan iklim usaha di sektor energi nasional.
Baca Juga: Industri harapkan implementasi janji diskon harga energi dan perumusan omnibus law,
Hal ini dinilai penting untuk dilakukan mengingat permasalahan inti dari persoalan energi nasional terletak pada efisiensi distribusi dan diversifikasi pasokan energi.
“Pada masa mendatang, harga energi akan kembali tinggi bila masalah sistemik pada iklim usaha, penciptaan produktivitas, efisiensi, serta persaingan usaha di sektor energi nasional tidak dibenahi,” jelas Shinta ketika dihubungi oleh Kontan.co.id, Jumat (14/2).
Senada, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono mengatakan bahwa jaminan ketersediaan pasokan gas merupakan aspek yang penting dalam mendukung kegiatan industri.
Menurut Fajar, cadangan gas di sumur-sumur yang ada di Gresik, Jawa Timur sudah mulai menipis. Proyeksinya, cadangan gas yang berada di sumur tersebut hanya bisa menunjang kegiatan industri hingga dua tahun ke depan sehingga pasokan gas dari luar Pulau Jawa juga menjadi penting. Terlebih, sekitar 70% pengguna gas dari kalangan pelaku industri terletak di Pulau Jawa.
Baca Juga: Pemerintah targetkan digitalisasi nozzle di SPBU tuntas Juni 2020
Perihal rencana penurunan harga gas, Fajar berharap implementasi kebijakan tersebut tidak akan molor melewati target yang telah dijanjikan. Menurutnya, pemerintah dan pelaku industri perlu mengambil peluang pasar yang muncul seiring dengan melambatnya aktivitas industri di China.
Menurut catatan Fajar, utilisasi kapasitas produksi nasional China turun hingga sebesar 70% seiring dengan adanya virus corona yang mewabah di negara tirai bambu tersebut.