kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pelaku usaha menyoroti ketentuan tarif royalti musik


Selasa, 13 April 2021 / 06:15 WIB
Pelaku usaha menyoroti ketentuan tarif royalti musik


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Wahyu T.Rahmawati

Nantinya, royalti yang ditarik dari pengguna komersial ini akan dibayarkan kepada pencipta atau pemegang hak cipta lagu dan/atau musik melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). 

Meski bukan merupakan ketentuan baru, ketentuan seputar pembayaran royalti memicu reaksi yang beragam di kalangan pelaku usaha. Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin menilai bahwa tarif royalti sebesar Rp 3,6 juta per layar per tahun untuk bioskop terlampau besar. “Kalau menurut saya sih kalau Rp 600.000 satu layar menurut saya ideal,” ujar Djonny kepada Kontan.co.id, Senin (12/4).

Selain menyoroti soal besaran tarif, dia juga menilai bahwa pemungutan tarif royalti terhadap pelaku usaha bioskop sebaiknya dilakukan ketika kondisi bisnis membaik selepas pandemi Covid-19 usai kelak. Djonny bilang, saat ini pelaku usaha bioskop tengah dihadapkan pada situasi yang sulit.

Hal ini tercermin pada omzet harian para pengusaha bisnis bioskop yang menurun drastis. “Sehari itu bioskop biasanya dapat (omzet) Rp 40 juta-Rp  50 juta, sepahit-pahitnya itu Rp 25 juta di tangan, sekarang pandemi ini mencapai Rp 1 juta-Rp 2 juta aja susah,” ujar Djonny.

Baca Juga: Soal aturan royalti lagu dan musik, begini tanggapan PT KAI

Senada, Sekretaris umum Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), M Rafiq mengatakan bahwa tarif royalti sebesar 1,15% agak memberatkan bagi anggota PRSSNI berskala usaha UMKM yang berpenghasilan di bawah Rp 1 miliar per tahun. Kelompok ini, kata Rafiq jumlahnya mencapai 90% dari total anggota PRSSNI yang berjumlah 600 anggota.

Sebenarnya, Pasal 11 PP 56 Tahun 2021 telah mengatur bahwa perseorangan atau badan hukum berskala usaha mikro, kecil, dan menengah diberikan keringanan tarif royalti dalam melakukan penggunaan lagu/musik secara komersial. Pasal 11 Ayat 2 beleid tersebut menyebut, keringanan tarif bagi usaha mikro tersebut ditetapkan oleh menteri. “Nah sekarang kita nunggu, mana draft peraturan menterinya, ayo dibicarakan ke kita,” kata Rafiq kepada Kontan.co.id (12/4).

Selain itu, Rafiq juga menilai bahwa pembayaran tarif royalti sebaiknya dilakukan dengan menggunakan sistem sekali bayar per tahun dengan besaran jumlah yang tetap (lump sum). Rafiq beralasan, pembayaran tarif royalti musik dengan skema persentase cukup memberatkan pelaku usaha radio, sebab biaya audit dari pendapatan yang didapat ditanggung oleh para pelaku usaha radio.

“Nah sekarang sih kita akan mengusulkan kepada pemerintah kepada LMKN, boleh enggak nih radio komersial ini lump sum aja, supaya radio tidak terbebani biaya audit,”  tutur Rafiq.

Baca Juga: Ini poin-poin dalam PP 56/2021 tentang pengelolaan royalti hak cipta lagu dan musik




TERBARU

[X]
×