Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pelaku usaha yang bergerak di sektor Energi Baru Terbarukan (EBT) kini tengah menanti pelaksanaan lelang konversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD).
Asal tahu saja, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menargetkan konversi 499 Megawatt (MW) PLTD menjadi pembangkit yang ramah lingkungan melalui mekanisme hybrid dengan PLTD eksisting. Program konversi PLTD ke EBT ini dibagi menjadi dua tahap.
Tahap pertama, PLN akan mengkonversi sampai dengan 250 MW PLTD yang tersebar di beberapa titik di Indonesia. PLTS tersebut menjadi baseload, sehingga ada tambahan baterai agar pembangkit bisa nyala 24 jam.
Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN Agung Murdifi mengungkapkan antusiasme peminat saat ini sangat tinggi. "Tentunya hal tersebut akan membuka iklim kompetisi yang transparan dan persaingan yang sehat sehingga diharapkan tarif akan makin kompetitif," ungkap Agung kepada Kontan, Selasa (22/2).
Baca Juga: Cukup Besar, Potensi Energi Biomassa RI Diprediksi Bisa Hasilkan Listrik 30.000 MW
Agung melanjutkan, dalam program konversi ini PLN memberi keleluasaan bagi pengembang yang mengikuti lelang konversi PLTD ke PLTS dan baterai untuk menggunakan beragam teknologi. Sayangnya, Agung tak merinci lebih jauh besaran estimasi nilai proyek serta ketentuan terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang bakal diterapkan.
Kontan mencatat, sejumlah pihak telah menyatakan minatnya untuk turut serta dalam proyek lelang konversi ini. Adapula yang masih menanti lebih jauh detail lelang untuk bisa menentukan apakah akan ikut serta atau tidak.
Direktur Utama PT Bakrie Power Dody Taufiq Wijaya mengungkapkan, pihaknya telah masuk dalam Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) untuk PLTS. "Pada saatnya tender digelar mestinya akan diundang," ungkap Dody kepada Kontan.co.id, Jumat (18/2).
Dody melanjutkan, Bakrie Power memiliki komitmen yang kuat dalam pengembangan PLTS. Secara khusus untuk tahun ini Bakrie Power akan mulai mengerjakan tahapan komersial dan industri baik untuk proyek internal maupun eksternal.
Dalam tiga tahun ke depan diharapkan ada penambahan kapasitas EBT terpasang sebesar 250 MWp. "Anggaran sekitar US$ 0,7 hingga US$ 1,2 per Watt peak-nya," terang Dody.
Sementara itu, Presiden Direktur Medco Power Eka Satria mengungkapkan, pihaknya juga berminat turut serta dalam lelang yang bakal digelar PLN. "Tentunya kami berminat untuk berpartisipasi dalam proses lelang ini. Medco Power sendiri sudah terdaftar dalam DPT untuk proyek-proyek PLTS ke depan," ujar Eka kepada Kontan, Jumat (18/2).
Adapun, Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Power Indonesia (PPI) Dicky Septriadi mengungkapkan, pihaknya selalu siap berkontribusi dalam mendukung program transisi pemerintah. Hal ini diwujudkan dengan berbagai komitmen jangka panjang perusahaan.
Dicky pun tak menampik kemungkinan kolaborasi dengan PLN dalam pengembangan EBT ke depan. "Kolaborasi strategis dengan PLN ini menjadi jawaban terbaik untuk mewujudkan mimpi masa depan energi di Indonesia," ujar Dicky.
Sementara itu, Presiden Direktur Adaro Power Dharma Djojonegoro mengungkapkan, pihaknya berupaya untuk mendukung PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) melalui prakarsa proposal dan tender. Di sisi lain, Adaro Power kini masih menanti lebih lanjut soal rencana lelang konversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) oleh PLN.
"Saat ini kami masih menunggu dokumen lelang resmi dari PLN untuk mengetahui secara persis apakah Adaro dapat berkontribusi di proyek ini," terang Dharma.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menjelaskan, penentuan nilai investasi dalam lelang konversi PLTD bergantung pada hasil yang diharapkan oleh PLN serta tingkat otonomi dari sistem.
Baca Juga: Adaro Power Terus Tingkatkan Pemanfaatan EBT
Adapun, untuk investasi PLTS baru di lokasi terpencil untuk setiap 1 MW diperkirakan mencapai US$ 1,3 juta hingga US$ 1,5 juta. Jumlah ini termasuk penggunaan modul TKDN. "Untuk biaya logistik cukup mahal, baterai kalau pakai Li Ion saya perkirakan sekitar US$ 0,5 juta hingga US$ 0,7 juta per MWh," ungkap Fabby kepada Kontan, Selasa (22/2).
Kendati demikian, Fabby memastikan untuk setiap sistem kapasitas juga harus dihitung sesuai profil beban. Di sisi lain, ketentuan lelang dinilai bakal menjadi kunci. Jika proyek dianggap bankable maka ada peluang para pengembang untuk turut serta. Sayangnya, sampai saat ini belum ada ketentuan lebih lanjut dalam lelang konversi PLTD ini.
Hal ini pun menyangkut dengan ketentuan local content. Sebelumnya, PLN mengharapkan adanya fleksibilitas tingkat komponen dalam negeri (TKDN), khususnya dalam konteks program konversi PLTD ke EBT ini.
Fabby mengungkapkan, mengingat proyek ini bakal menjadi proyek Independent Power Producer (IPP) maka perlu ada kajian untuk ketentuan TKDN. "Bisa menyebabkan kesulitan bagi pengembang mendapatkan pendanaan khususnya dari sumber-sumber pembiayaan internasional, apakah proyek jadi bankable," ungkap Fabby.
Fabby sendiri menyarankan adanya ketentuan penggunaan modul surya sesuai TKDN. Dengan demikian, produksi modul dalam negeri bisa ikut meningkat. Menurutnya, PLN perlu mengkaji terkait hal ini. "Saat ini kemampuan TKDN modul surya baru 40%, belum bisa di atas itu," pungkas Fabby.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News