Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Noverius Laoli
Arif menyebut, bisnis pergudangan pun potensial secara global karena banyak aktivitas produksi tetapi permintaan sedikit sehingga membutuhkan tempat penyimpanan.
"Ada kontainer impor, barangnya sudah dikeluarkan, kontainer dikembalikan ke shipping line, barang ditaruh di gudang ada sedikit model bisnis berubah, tidak langsung pabrik jadinya simpan di warehouse," paparnya.
Pihaknya juga melihat peluang bisnis yang muncul ketika terjadi pandemi. Kebijakan lockdown di berbagai negara turut berdampak pada ketersediaan sparepart peralatan pelabuhan yang selama ini dipenuhi secara impor dari negara produsen.
Baca Juga: Semester I tahun ini, laba bersih AKR Corporindo (AKRA) tumbuh 10,44%
"Berangkat dari hal tersebut, salah satu gagasan yang sedang kami inisiasi yaitu men-domestik-kan kebutuhan perawatan peralatan pelabuhan. Sparepart (seperti ban reach stacker, ban crane, dinamo, gearbox, dll) yang tadinya harus diimpor, akan coba disediakan dari dalam negeri dengan menggandeng produsen lokal yang sanggup memenuhi kebutuhan tersebut," papar Arif.
Dia mencontohkan pembelian ban di industri dalam negeri hanya membuat ukuran kecil, sementara kebutuhannya ukuran besar dan tidak ada yang memproduksi, sehingga mesti impor. "Dengan skala produksi yang besar, industri karet dalam negeri, sudah berkomitmen mau mengakomodir kebutuhan tersebut. Dengan demikian, dia hanya perlu mengumpulkan sesama perusahaan yang membutuhkan suku cadang tersebut," jelasnya.
Baca Juga: Cuaca besok di Banten cerah hingga berawan, angin kencang di Lebak dan Pandeglang
Menurut Arif, hal ini paling tidak akan memiliki tiga manfaat, pertama menciptakan employment bagi industri sparepart, kedua mengurangi impor (import substition) yang dampaknya positif bagi neraca perdagangan nasional, dan ketiga biaya perawatan bagi IPC akan lebih rendah.
"Ini menjadi bagian dari cost effectiveness yang IPC laksanakan pada Semester II 2020," ujar Arif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News