Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
Penemuan itu rupanya berbanding terbalik dengan asumsi yang dianutnya sebelum berkunjung ke Paiton. “Saya pertama kali berasumsi ini PLTU deket banget dengan bibir pantai, kalau dia berdekatan dengan bibir pantai dia pasti merusak biota laut dan karang karangnya. Nah ternyata dari penelusuran tidak demikian. Malah masih terjaga dengan baik, tidak ada satupun yang rusak," uangkapnya.
"Itu hasil penelusuran kami di lapangan. Lalu keluhan keluhan dari masyarakat terkait dengan polutan polutan itu ya kajian kami di paiton itu belum ada ya. Ketika kami menelusuri lebih jauh ternyata manajemen bilang bahwa proses awal dalam pembuatan rancangan desain Paiton dilakukan dengan hati-hati,” ujar Ferdy.
Menurut Ferdy, manajemen Paiton sedari awal sudah mengukur efek dan dampak jika terjadi kerusakan lingkungan hidup dari keberadaan PLTU itu. “Sejak awal memang kalau kajian awalnya sudah merusak lingkungan hidup pasti tidak akan dikasih AMDAL oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan pasti akan diberi teguran-teguran. Nah pihak Kemen LHK sudah mengakui bahwa memang PLTU itu patut mendapatkan penghargaan karena memang pengelolaannya sangat bagus,” ujar Ferdy.
Baca Juga: Revisi UU tentang pertambangan mineral dan batubara masih menimbulkan polemik
Dirinya pun menemukan hal serupa pada PLTU unit 1 dan 2 di Cirebon. “PLTU unit 1 Cirebon itu 660 megawatt dan akan dikembangkan ke unit 2 menjadi 1000 megawatt. Nah sama dengan Paiton, PLTU unit 1 Cirebon itu mengadopsi teknologi yang sama, menjaga jangan sampai mencemarkan lingkungan. Sampai sekarang Kemen LH pada kedua PLTU itu belum mengeluarkan teguran apa apa. Bahkan PLTU itu menjadi rujukan para peneliti bahwa ada sampel yang cukup sukses untuk membangun PLTU,” ujar Ferdy.
Dengan demikian Ferdy berkesimpulan, meskipun secara teoritis batu bara mengandung karbon yang tinggi dan unsur polutannya besar, namun resiko itu bisa diminimalisir dengan manajemen yang mengelola PLTU dengan baik. “Maka itu, perusahaan-perusahaan yang masuk dalam pengelolaan PLTU harus benar benar dikawal benar oleh Kemen LH dengan kerjasama Kementerian ESDM,” tegas Ferdy.
Sejalan dengan pertimbangan tersebut di atas, oleh karenanya maka setiap PLTU yang ada di Indonesia sudah dilengkapi dengan Super Critical Represitator untuk me-reduce dan meminimalisasi sebaran fly ash buttom ash.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News