kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Pembelian Gabah Masih di Bawah HPP Rp 6.500, Pengamat Ungkap Penyebabnya


Minggu, 16 Februari 2025 / 20:51 WIB
Pembelian Gabah Masih di Bawah HPP Rp 6.500, Pengamat Ungkap Penyebabnya
ILUSTRASI. Petani menjemur gabah di Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/1/2023). Badan Pangan Nasional?melakukan konsolidasi awal 2023 dengan mematangkan sejumlah strategi peningkatan serapan gabah dan beras, untuk mengisi cadangan beras pemerintah (CBP) pada panen raya Maret-April 2023. Dengan demikian, pemerintah memiliki cadangan beras yang aman untuk stabilisasi harga dan antisipasi kondisi kedaruratan di 2023. (KONTAN/Baihaki)


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pengamat Pertanian Center of Reform on Economic (Core) Eliza Mardian mengungkapkan, beberapa faktor yang menyebabkan pembelian gabah masih di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500 per kilogram.

Eliza menyebutkan bahwa kurangnya pengawasan pemerintah menjadi salah satu faktor utama, meskipun telah ada kesepakatan antara pemerintah, Bulog, dan penggilingan.

Baca Juga: Penggilingan yang Beli Gabah Petani di Bawah Rp 6.500/Kg Bisa Diperika Polisi

“Implementasi di lapangan sering kali tidak sesuai dengan aturan. Pengawasan kepatuhan penggilingan terhadap HPP masih lemah karena belum ada teknologi yang dapat memonitor pembelian gabah sesuai HPP,” ujarnya kepada KONTAN, Minggu (16/2).

Selain itu, Eliza menambahkan bahwa keterbatasan daya beli penggilingan kecil dan sulitnya memperoleh modal bagi beberapa penggilingan swasta menjadi hambatan tersendiri dalam membeli gabah sesuai HPP.

Terlebih, mereka harus menjual beras kepada Bulog dengan harga Rp12.000/kg.

Menurutnya, efisiensi penggilingan padi di Indonesia masih rendah karena penggunaan mesin tua yang membuat biaya penggilingan tinggi. Hal ini menyebabkan penggilingan cenderung menekan harga pembelian gabah dari petani guna mendapatkan margin yang dianggap perlu.

“Ironisnya, petani sering kali ingin segera menjual gabah karena desakan kebutuhan hidup, sehingga mereka rela menjual di bawah HPP asalkan gabahnya cepat terjual,” tambahnya.

Baca Juga: Pemerintah Panggil 1200 Perusahaan Penggilingan Padi untuk Stabilkan Harga Gabah

Lebih lanjut, Eliza menekankan bahwa agar petani mendapatkan harga yang berkeadilan, diperlukan sistem pengawasan yang lebih ketat di tingkat penggilingan.

Salah satu solusinya adalah kemitraan antara penggilingan dan Bulog, di mana penggilingan yang membeli sesuai HPP dapat diberikan insentif subsidi energi untuk mendukung aktivitas mereka.

“Ini membutuhkan upaya ekstra yang didukung dengan kebijakan komprehensif agar bisa berhasil,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) telah menggandeng Kepolisian untuk memastikan pembelian gabah sesuai HPP di penggilingan. Selain itu, Kementan juga telah menyepakati kebijakan ini bersama Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) dan Bulog.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×