Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Jumlah perusahaan yang mengantongi izin ekspor mineral tambang terus bertambah. Hingga hari ini setidaknya ada sekitar 46 pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang mendapatkan surat persetujuan ekspor (SPE).
Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Thamrin Sihite mengatakan, pada awal Juli 2012, sekitar 36 pemegang IUP yang mendapatkan SPE. Ini berarti, ada tambahan 10 IUP yang mendapatkan SPE.
Menurutnya, perusahaan yang mengantongi izin ekspor tersebut adalah perusahaan yang sudah berstatus sebagai eksportir terdaftar (ET) tambang. "Rekomendasi dari ESDM, yang mendapatkan status ET sebanyak 84," kata Thamrin, Senin (23/7).
Meski tidak merinci siapa saja yang telah menerima izin, Thamrin mengaku izin diberikan untuk sejumlah perusahaan mineral seperti nikel, bauksit, mangan, besi, dan aluminium. Kementerian ESDM menilai mereka yang mendapatkan izin sudah memenuhi peryaratan, termasuk penilaian dari lembaga terkait seperti Kementerian Perdagangan.
Salah satu syarat untuk mendapatkan SPE, perusahaan tambang itu harus sudah dinyatakan clean and clear (CNC), seperti izin perusahaan pemegang izin ekspor tersebut tidak boleh tumpang tindih dan harus sesuai dengan prosedur.
Syarat kedua adalah persyaratan teknis. Yakni setiap IUP wajib melaporkan laporan hasil eksplorasi, studi kelayakan, dan persetujuan dokumen lingkungan.
Sedangkan syarat ketiga, menyangkut kewajiban keuangan. Apakah perusahaan tersebut telah memenuhi kewajiban membayar iuran tetap dan royalti. "Setelah kita melakukan CNC setidaknya baru sekitar 20% perusahaan yang taat bayar iuran tetap dan royalti," kata Thamrin.
Namun demikian, meski sudah memiliki status CNC tidak serta merta membuat perusahaan tambang memiliki SPE. Salah satu perusahaan itu adalah PT Harita Prima Abadi Mineral.
Harita belum bisa mengekspor meski sudah memiliki status CNC dan menyusun roadmap pembangunan smelter di dalam negeri. "Masih belum bisa ekspor karena harus mengurus izin eksportir terdaftar dan kuota," ujar Direktur PT Harita Prima Abadi Mineral, Maghfur Lasah belum lama ini.
Akibat tidak bisa ekspor, Maghfur menambahkan, perusahaannya terpaksa merumahkan lebih dari 3.000 pekerja. Separuh dari pekerja yang dirumahkan rencananya akan diberhentikan dengan alasan efisiensi.
Selain itu, dari sembilan lapangan yang mereka miliki, hanya dua lapangan yang akan dipertahankan. "Setiap tahun perusahaan kami mengekspor kurang lebih 20 juta metrik ton bauksit," ungkap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News