Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menilai sektor perhotelan dan restoran masih memiliki ruang pertumbuhan investasi yang besar di Indonesia.
Namun, hal ini dapat terwujud jika berbagai hambatan investasi di sektor tersebut dapat diatasi secara menyeluruh.
Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM, Iwan Suryana, mengungkapkan bahwa realisasi penanaman modal asing (PMA) di sektor hotel dan restoran mencapai Rp 24,14 triliun pada 2024.
Baca Juga: Pemerintah Kembangkan Segmen Wisata Baru, Begini Kesiapan Industri Perhotelan
Angka ini menempatkan sektor tersebut di posisi ke-13 dalam jajaran penerima PMA.
Sementara itu, realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) mencapai Rp 14 triliun, menempatkannya di posisi ke-16 dalam daftar sektor penerima investasi domestik.
"Investasi di sektor hotel dan restoran masih perlu ditingkatkan karena belum masuk dalam 10 besar," ujar Iwan dalam Musyawarah Nasional Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) 2025, Selasa (11/2).
Tantangan Investasi dan Upaya Pemerintah
Iwan menyoroti bahwa industri hotel dan restoran sangat bergantung pada sektor pariwisata.
Baca Juga: Anggaran Perdin Dipotong Hingga 50%, PHRI: Aktivitas Hotel dan Restoran Bisa Turun
Faktor pendukung seperti akomodasi, transportasi, dan infrastruktur jalan memiliki dampak besar terhadap daya tarik wisata, yang pada akhirnya memengaruhi investasi di industri turunannya.
Untuk mempermudah perizinan investasi, Kementerian Investasi telah menyediakan platform Online Single Submission (OSS).
Melalui OSS, pelaku usaha dapat mengurus perizinan tanpa tatap muka dengan pemerintah dan bisa dilakukan dari mana saja.
Namun, masih terdapat berbagai tantangan yang dihadapi pengusaha hotel dan restoran. Dalam diskusi di Munas PHRI, Iwan menerima keluhan terkait perizinan pengambilan air tanah yang sulit diperoleh dan diperpanjang.
Sebagai solusi, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM No. 14/2024, yang menghapus persyaratan izin pengeboran sebelum pengambilan air tanah. Dengan regulasi ini, pengurusan izin dapat dilakukan lebih cepat melalui OSS.
Baca Juga: Menilik Dampak Efisiensi Belanja Pemerintah pada Industri Hotel dan Restoran di 2025
Selain itu, kendala lain datang dari belum meratanya penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di berbagai daerah.
Padahal, sistem OSS seharusnya dapat terintegrasi dengan database tata ruang. Tanpa RDTR yang jelas, pelaku usaha sering kali terhambat dalam mendapatkan izin usaha, terutama jika sistem mendeteksi bahwa wilayah yang diajukan tidak sesuai dengan peruntukannya.
"OSS dan database tata ruang harusnya bisa terintegrasi, tapi masalahnya tidak semua kabupaten punya RDTR," jelas Iwan.
Selanjutnya: Bank DKI Tutup 2024 dengan Kinerja Solid, Siap Hadapi 2025 dengan Inovasi Digital
Menarik Dibaca: Promo CFC Beli 1 Gratis 1 Paket Astaga 11-28 Februari 2025, Mulai Rp 32.727 Saja
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News