kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   12.000   0,83%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Pemerintah hanya izinkan 150.000 ton impor ikan


Jumat, 15 April 2011 / 06:30 WIB
Pemerintah hanya izinkan 150.000 ton impor ikan
ILUSTRASI. Model rambut apapun yang Anda miliki harus dijaga dengan perawatan yang tepat. Foto: Dok.Barbiemedia.com


Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) hanya akan mengizinkan impor ikan sebanyak 150.000 ton pada periode April-Desember 2011. Jumlah ini hanya 5% saja dari total permohonan izin impor dari pengusaha yang jumlahnya mencapai 3 juta ton. Fadel Muhammad, Menteri Kelautan dan Perikanan, mengatakan pihaknya hanya meloloskan 5% permohonan impor karena memang ikan tersebut tidak ada di Indonesia, seperti ikan hamachi, bonito dan hokie. "Kita memang tidak punya, jadi boleh impor," ujar Fadel, di Jakarta, Kamis (14/4).

Fadel mengaku kaget karena jumlah permohonan impor ikan mencapai 3 juta ton. Permohonan itu tersebar di 12 provinsi. Permohonan impor paling banyak terjadi di DKI Jakarta yang mencapai 2 juta ton (60%), sisanya tersebar di 11 provinsi lain di antaranya Sumatra Utara, Kepulauan Riau, Bali, Sulawesi Selatan, dan DKI Jakarta.

Dari jumlah permohonan yang mencapai 3 juta ton, komposisinya adalah 150.000 ton (5%) ikan luar negeri yang tidak ada di Indonesia. Sebanyak 900.000 ton (30%) ikan untuk bahan baku industri pengolahan dan pengalengan ikan, sebanyak 450.000 ton (15%) ikan umpan seperti cumi dan sisanya yaitu sebanyak 1,5 juta ton ikan kembung dan lele.

Victor Nikijuluw, Direktur Jenderal Pengolahan & Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP, menambahkan izin impor ikan kembung dan lele yang jumlahnya mencapai 1,5 juta ton sudah pasti akan ditolak. Produksi ikan kembung dan lele di Indonesia sudah banyak. "Jika diizinkan pasti akan merusak harga di dalam negeri," ujar Victor kepada KONTAN.

Sementara itu, pelaku industri pengolahan ikan khawatir kebijakan ini akan membuat mereka kekurangan bahan baku. Thomas Dharmawan, Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), mengatakan impor memang jalan terakhir bagi industri pengolahan. Namun, dalam kondisi produksi lokal yang kurang bagus, kebijakan pengetatan impor seharusnya lebih fleksibel. "Kami khawatir akan kekurangan bahan baku," jelas Thomas kepada KONTAN.

"Thomas bilang, impor ikan untuk bahan baku industri pengolahan itu tidak akan berdampak buruk bagi nelayan atau pembudidayaan lokal. Misalnya, saban tahun industri pengolahan membutuhkan sebanyak 300.000 ton ikan tuna. Dari jumlah itu, biasanya produksi lokal hanya bisa memenuhi sekitar 70%-nya. Sementara sisanya, pelaku industri harus mengimpornya dari negara lain, seperti Australia, Selandia Baru dan Jepang. Ikan ini diimpor untuk diolah atau dikalengkan di dalam negeri. Setelah diolah, seluruhnya akan diekspor kembali dalam bentuk produk yang sudah punya nilai tambah. "Ini justru bagus bagi kita, karena mengekspor produk yang punya nilai tambah," kata Thomas."

Ady Surya, Ketua Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (APIKI), mengaku optimistis izin impor ikan untuk bahan baku pengalengan ikan akan tetap dibolehkan. Pasalnya, populasi ikan makarel dan lemuru di Selat Bali sedang buruk, bahkan boleh dikatakan tidak ada sama sekali. Padahal produksi di sana biasanya menopang 80% kebutuhan industri pengalengan ikan yang mencapai 100.000 ton per tahun. "Ini faktor seasonal, saya yakin pemerintah akan bijak melihat ini," ujar Ady kepada KONTAN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×