Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memastikan akan menyiapkan skema penggantian biaya bagi badan usaha dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) yang kini tengah disusun.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Harris membenarkan penyiapan skema ini. Sekedar informasi, hal ini tertuang dalam Pasal 47 draft RUU EBT disebutkan "Dalam hal harga listrik yang bersumber dari energi terbarukan lebih tinggi dari biaya pokok penyediaan pembangkit listrik perusahaan listrik milik negara, pemerintah pusat berkewajiban memberikan pengembalian selisih harga energi terbarukan dengan biaya pokok penyediaan pembangkit listrik setempat kepada perusahaan listrik milik negara dan/atau badan usaha tersebut."
"Pemerintah akan menyiapkan penggantian biaya jika ada gap antara harga yang ditetapkan di dalam Perpres dengan BPP Regional PLN, dalam hal ini jika harga di Pepres lebih tinggi dari BPP," kata Harris kepada Kontan.co.id, Minggu (8/11).
Harris menambahkan, ketentuan lebih lanjut soal skema penggantian biaya ini bakal diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Sayangnya Harris belum mau merinci lebih jauh seputar perkembangan pembahasan RUU EBT serta PMK Kemkeu.
Disisi lain, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menjelaskan, skema penggantian ini akan serupa dengan skema kompensasi yang selama ini dijalankan.
Baca Juga: Ini instruksi Menteri ESDM untuk Dirjen Migas dan Dirjen EBTKE yang baru
"Konsep pemerintah wajib memberikan selisih harga EBT dengan BPP bukan konsep baru mengingat saat ini pemerintah lakukan hal sama untuk biaya produksi atau pembelian listrik PLN dari pembangkit yang tidak seimbang dengan harga jual listriknya," kata Eddy kepada Kontan.co.id, Minggu (8/11).
Eddy melanjutkan, PLN dan badan usaha lain nantinya bakal menerima kompensasi dari pemerintah. Untuk itu pihaknya berharap pengembangan EBT dapat meningkat. Ia pun memastikan, bentuk insentif lain pun masih akan terus diusahakan demi meningkatkan bauran EBT kedepannya.
Menanggapi hadirnya insentif ini, Ketua Umum masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengungkapkan selama ini memang ada keluhan para pengembang mengenai sulitnya memperoleh pendanaan. "Akibat tidak terpenuhinya Investment Rate of Return (IRR) yang diharapkan karena harga yang tidak menarik," kata Surya kepada kontan.co.id.
Menurutnya, kehadiran UU EBT bakal memberi daya tarik pengembangan EBT kedepannya. Pemberian kompensasi ini bahkan disebut membuat adanya kesamaan perlakuan dari pemerintah untuk pembangkit dari energi fosil dan EBT.
Kendati demikian, Surya menjelaskan masih ada ketentuan yang dirasa belum termuat dalam RUU EBT yakni terkait badan pengelola EBT. "Sehingga semua aspek yang sudah dimasukan dalam draft RUU EBT tidak jelas eksekutornya. Karena itu kami tetap mengusulkan dibenruk Badan Pengelola Energi Terbarukan (BPET)," ujar Surya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif telah melantik Dadan Kusdiana sebagai Direktur Jenderal EBTKE yang baru. Arifin meminta dirjen EBTKE yang baru mampu meningkatkan porsi bauran EBT demi mencapai target 23% pada 2025 mendatang.
"Saat ini realisasi masih di bawah 10%. Pengembangan panas bumi dari pembangkit listrik panas bumi, air dan bio energi," ujar Arifin.
Ia mengharapkan, dirjen EBTKE juga mampu mempercepat penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) harga listrik EBT. Upaya memperbaiki harga di sektor EBT, menurut Arifin dapat menjadi daya tarik bagi investor.
Selanjutnya: Kementerian ESDM akui pengembangan PLTSa temui kendala
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News