Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
Menanggapi hadirnya insentif ini, Ketua Umum masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengungkapkan selama ini memang ada keluhan para pengembang mengenai sulitnya memperoleh pendanaan. "Akibat tidak terpenuhinya Investment Rate of Return (IRR) yang diharapkan karena harga yang tidak menarik," kata Surya kepada kontan.co.id.
Menurutnya, kehadiran UU EBT bakal memberi daya tarik pengembangan EBT kedepannya. Pemberian kompensasi ini bahkan disebut membuat adanya kesamaan perlakuan dari pemerintah untuk pembangkit dari energi fosil dan EBT.
Kendati demikian, Surya menjelaskan masih ada ketentuan yang dirasa belum termuat dalam RUU EBT yakni terkait badan pengelola EBT. "Sehingga semua aspek yang sudah dimasukan dalam draft RUU EBT tidak jelas eksekutornya. Karena itu kami tetap mengusulkan dibenruk Badan Pengelola Energi Terbarukan (BPET)," ujar Surya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif telah melantik Dadan Kusdiana sebagai Direktur Jenderal EBTKE yang baru. Arifin meminta dirjen EBTKE yang baru mampu meningkatkan porsi bauran EBT demi mencapai target 23% pada 2025 mendatang.
"Saat ini realisasi masih di bawah 10%. Pengembangan panas bumi dari pembangkit listrik panas bumi, air dan bio energi," ujar Arifin.
Ia mengharapkan, dirjen EBTKE juga mampu mempercepat penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) harga listrik EBT. Upaya memperbaiki harga di sektor EBT, menurut Arifin dapat menjadi daya tarik bagi investor.
Selanjutnya: Kementerian ESDM akui pengembangan PLTSa temui kendala
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News