Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menegaskan, penerbitan regulasi terkait penerapan standar kualitas modul fotovoltaik (pv) silikon kristalin akan menjamin kualitas modul surya dan menciptakan pasar yang kompetitif.
Hal ini disampaikan Dadan saat Sosialisasi Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2021 secara virtual pada Senin (15/2) kemarin.
Dia berharap bahwa penerapan Permen ini dapat menjamin kualitas modul surya, baik buatan impor maupun lokal yang berada dan beredar dalam penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dalam negeri, serta menciptakan pasar modul surya yang kompetitif dan persaingan yang sehat.
“Kita harus sama-sama memastikan bahwa penerapan Permen ini tidak menjadikan PLTS itu semakin lebih mahal secara implementasinya," jelas Dadan dalam siaran pers di situs Kementerian ESDM, Selasa (16/2).
Baca Juga: Pemerintah targetkan pembangunan PLTS terapung capai 1,9 GW
Pemilihan PLTS dinilai menjadi pilihan tepat sejalan dengan percepatan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) sesuai dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) sebesar 6,5 Giga Watt (GW).
Selain pemasangan yang mudah, cepat, dan bernilai ekonomis, secara teknikal penggunaan PLTS sudah teruji di beberapa negara. Berdasarkan arahan Menteri ESDM Arifin Tasrif, PLTS bakal menempati porsi terbesar dalam penyediaan bauran energi di Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2021 - 2030.
"Kita sudah liat PLTS terapung dan PLTS Bali yang sedang dalam proses pembangunan, itu kan harga-harganya di bawah BPP setempat dan kita harus jaga ini dan di saat yang sama juga dipastikan bahwa kualitas juga kita pertahankan. Saya akan memastikan di EBTKE bahwa ini tidak akan mengurangi daya saing dari PLTS tersebut," jelas Dadan.
Pentingnya modul sebagai salah satu komponen utama dalam pengembangan PLTS dapat terlihat dari adanya dua lembaga jasa sertifikasi SNI produk (LSpro), yaitu PT Qualis Indonesia dan TUV Rheinland serta satu Lab Uji B2TKE BPPT yang tengah dikoordinasikan untuk persamaan uji Permen.
"Kami juga telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Bea Cukai, dan Kemenperin untuk persamaan persepsi terkait Nota Permintaan Data/Dokumen (NPD) dan proses masuk dari badan luar negeri, sehingga untuk proses perizinan tidak akan memperpanjang rantainya," terang Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya.
Dalam Permen ESDM Nomor 2 tahun 2021, terdapat kewajiban penerapan SNI IEC 61215 tahun 2016. Modul yang telah memiliki sertifikat SNI IEC 61215 perlu diberlakukan sertifikasi ulang atau endorsement (pengesahan). Pengajuan sertifikasi ini harus melibatkan produsen dan importir, yaitu badan usaha yang melakukan impor modul Fotovoltaik Silikon Kristalin untuk dipasarkan di dalam negeri dan merupakan perwakilan resmi dari produsen di luar negeri.
Koordinator Keteknikan dan Lingkungan Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Martha Relitha Sibarani menerangkan, sebenarnya seri SNI IEC cukup banyak. Tetapi, kesiapan Indonesia dari sarana pendukung seperti lab uji coba masih membatasi pada silicon kristalin di mana ada 3 SNI yang diwajibkan.
“SNI itu sifatnya sukarela, jadi kalau diwajibkan maka harus dengan regulasi teknis. Permen No. 2 tahun 2021 adalah jenis regulasi yang bersifat regulasi teknis mewajibkan sebuah SNI," papar dia.
Martha menyoroti masa transisi yang disebutkan dalam peraturan bahwa satu Modul FV yang telah dimanfaatkan sebelum peraturan berlaku dianggap telah memenuhi ketentuan dalam peraturan. Masa 12 bulan setelah peraturan diundangkan adalah masa transisi atau relaksasi bagi produsen dan importir untuk melakukan sertifikasi SNI modul yang diproduksi atau dijual.
"Jadi disini kami tekankan kembali bahwa modul PV harus berlisensi per tanggal 7 Januari tahun 2022. Terkait importir, jika ada yang bertanya mengapa harus perwakilan resmi dari produsen di luar negeri, itu karena perwakilan resmi ini akan menjamin kualitas modul FV, juga dalam hal pelayanan setelah penjualan dan sebagai pihak yang bertanggungjawab apabila ada tuntutan hukum dikemudian hari,” ungkap dia.
Kemudian, pihak importir yang merupakan perwakilan resmi pabrikan di luar negeri dapat terdiri dari beberapa importir yang tergantung kepada pabrikan di luar negeri. Sebagai perwakilan resmi, harus ada dokumen penunjukan atau kerja sama dari pabrikan. Jika terdapat beberapa importir yang merupakan perwakilan resmi, maka masing-masing importir akan mengurus atau memiliki SPPT-SNI masing-masing.
Selanjutnya: Dongkrak demand kendaraan listrik, konsorsium baterai BUMN berharap ada insentif
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News