kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah Targetkan Produksi Batubara 710 Juta Ton, Pelaku Usaha Anggap Realistis


Kamis, 04 Januari 2024 / 18:30 WIB
Pemerintah Targetkan Produksi Batubara 710 Juta Ton, Pelaku Usaha Anggap Realistis
ILUSTRASI. Pemerintah merencanakan produksi batubara tahun 2024 mencapai 710 juta ton.


Reporter: Filemon Agung | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah merencanakan produksi batubara tahun 2024 mencapai 710 juta ton.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai, penetapan target produksi batubara ini tergolong realistis.

"Meski realisasi tahun 2023 merupakan rekor tertinggi tapi pemerintah tentu saja juga berupaya secara bertahap mengendalikan produksi batubara nasional. Ini selaras dengan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi karbon," kata Hendra kepada Kontan, Kamis (4/1).

Menurut Hendra, penetapan target produksi batubara dapat memberikan sentimen pasar yang akan mempengaruhi harga. Ia pun memprediksi pasar batubara termal pada tahun ini masih akan mengalami kondisi pasokan berlebih seperti yang terjadi tahun lalu.

Sementara itu, permintaan batubara baik pasar ekspor maupun pasar domestk diperkirakan masih akan cukup kuat dari tahun ini.

Baca Juga: Kementerian ESDM Targetkan Produksi Batubara Tahun Ini Capai 710 Juta Ton

Hendra menyebut, permintaan batubara dari sejumlah negara tujuan ekspor seperti China dan India masih cukup bagus. Adapun, permintaan dari sektor domestik juga disebut terus mengalami peningkatan khususnya dari sektor refinery nikel.

Dari sisi finansial, pelaku usaha masih dihadapkan sejumlah tantangan pada tahun ini. Menurut Hendra, harga batubara untuk tahun ini diperkirakan masih relatif positif. Meski demikian, pelaku usaha dibayangi kenaikan biaya produksi.

"Dipicu antara lain oleh harga bahan bakar, tambang yang semakin dalam yang menyebabkan stripping ratio makin besar sehingga biaya penambangan meningkat, nilai tukar rupiah dan lainnya," kata Hendra.

Hendra melanjutkan, pelaku usaha juga masih terdampak kebijakan kenaikan tarif royalti yang berlaku untuk pemegang izin usaha pertambangan khusus sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian (IUPK-KOP) dan izin usaha pertambangan (IUP). Selain itu, terdapat pula regulasi penempatan devisa hasil ekspor (DHE). 

Berbagai kebijakan ini dinilai menyulitkan perusahaan untuk mengatur arus kas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×