Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan harga gas bumi untuk program konversi PLTD ke PLTG tidak memakai skema Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Artinya harga gas untuk program ini boleh di atas US$ 6 per mmbtu, tetapi tidak boleh di atas US$ 10 per mmbtu.
Selain soal harga gas, pemerintah sedang memetakan pasokan gas untuk mendukung program konversi pembangkit bertenaga diesel (PLTD) ke pembangkit bertenaga gas (PLTG). Selain memetakan lokasi dan pasokannya, pemerintah juga akan memastikan harga gas yang dipasok untuk pembangkit tidak lebih dari US$ 10 per MMBTU.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji menjelaskan saat ini PLN tengah melakukan lelang ke 47 generator pembangkit diesel untuk dikonversi ke gas dengan kapasitas sekitar 3 gigawatt (GW). Pembangkit-pembangkit ini berada di Indonesia timur dan diharapkan dua tahun program konversi ini bisa selesai.
“Untuk melakukan konversi butuh gasnya besar sekali. Jadi kita sudah mengestimasi dahulu harga gasnya berapa sehingga bisa lebih murah daripada menggunakan High Speed Diesel (HSD),” jelasnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Selasa (29/8).
Meski didorong lebih murah, Tutuka memastikan, pemerintah tidak akan menetapkan harga gas murah layaknya kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk program konversi ini.
Nantinya sumber gas untuk memasok ke pembangkit Indonesia Timur diproyeksikan berasal dari proyek LNG (gas cair alam cair) BP Tangguh di Teluk Bintuni. Adapun payung regulasinya merujuk pada Keputusan Menteri ESDM No 249 Tahun 2022 tentang Penugasan Pelaksanaan Penyediaan Pasokan Gas dan Pembangunan Infrastruktur LNG serta Konversi dari Penggunaan BBM menjadi LNG dalam Penyediaan Tenaga LIstrik. “Kalau kita hitung harganya sudah cukup murah gitu. Kalau pakai diesel bisa belasan ini gak sampai itu paling di bawah US$ 10 per mmbtu. Tidak jauh dari harga HGBT,” ujarnya.
Menurut Tutuka pemetaan pasokan gas ke pembangkit ini tidak mudah. Maka itu Kementerian ESDM menyusun rencana dari awal untuk mengoptimasi sumber gas yang ada ke pembangkit.
“Jadi diperhitungkan antara jarak dengan apa yang dibawa kita gunakan metodologi yang cukup baik. Mencari rute terbaik hingga akhirnya berhasil dan nanti kita kasih harga lebih murah,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News