Reporter: Fitri Nur Arifenie, Uji Agung Santosa | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Pemerintah mewajibkan perusahaan kelapa sawit memiliki sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) mulai 2014. Perusahaan yang tidak memiliki sertifikat ISPO, terancam sanksi pencabutan izin usaha perkebunannya.
Menteri Pertanian Suswono bilang, ISPO merupakan komitmen Pemerintah Indonesia terhadap kelestarian lingkungan. "RSPO bersifat sukarela (voluntary), sedangkan ISPO bersifat wajib atau mandatory," katanya.
Catatan, RSPO atau Roundtable on Sustainable Palm Oil dibentuk tahun 2004. Forum para pemangku kepentingan di bidang kelapa sawit ini berkantor pusat di Swiss dan sekretariat di Kuala Lumpur dan kantor perwakilan di Jakarta. Tujuan RSPO industri kelapa sawit berstandar global dan ramah lingkungan. Sedangan ISPO Indonesia, seperti juga RSPO bertujuan untuk memberikan standar baku operasional perkebunan dan pabrik pengolahan sehingga lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Gamal Nasir, Dirjen Perkebunan Kemtan mengatakan, sanksi bagi perusahaan yang tidak memberlakukan sertifikasi ISPO masih digodok. Namun salah satunya adalah pencabutan izin usaha perkebunan. "Nanti tergantung dengan pelanggaran yang di lakukan," katanya.
Pada tahun ini, menurut Gamal, pemerintah menargetkan sebanyak 200 kebun kelapa sawit sudah memiliki sertifikat ISPO. Jumlah itu melonjak dibanding realisasi 2012 yang hanya 10 kebun kelapa sawit. Sebanyak 15 perusahaan perkebunan dan pabrik kelapa sawit (PKS) juga sedang proses audit.
ISPO perdana
Sepuluh kebun sawit itu mendapat sertifikat ISPO perdana pada Februari 2013. Gamal merinci, 10 kebun itu milik enam perusahaan, yaitu dua kebun di Riau milik PT Musim Mas terdiri, PT Astra Agro Lestari Tbk sebanyak tiga kebun di Jambi dan Kalimantan Tengah.
Juga PT Minamas Plantation untuk dua kebun di Kalimantan Selatan, PT Smart Tbk untuk kebun di Riau, PT Cargill Group di Sumatera Selatan, dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V untuk kebun sawit di Riau. "Musim Mas yang pertama kali menyampaikan permohonan sertifikasi ISPO," kata Gamal.
Gamal optimis, mandatory ISPO bisa berjalan pada 2014 walau sampai 2012, luas kebun yang bersertifikat baru 200.000 ha dari total kebun sawit Indonesia 8,9 juta ha. Untuk itu Kemtan akan menambah lembaga sertifikasi ISPO dari lima lembaga sertifikasi pada 2012 menjadi tujuh lembaga pada 2013.
Lima perusahaan itu adalah PT Mutu Agung Lestari, PT Sucofindo, PT TUV Nord Indonesia, PT TUV Rheinland Indonesia, dan PT SAI Global Indonesia. Ditambah PT SGS Indonesia dan PT Mutu Hijau Indonesia pada tahun ini.
Joko Supriyono, Direktur Environment Social and Responsibility PT Astra Agro Lestari mengatakan, saat ini seluruh perkebunan milik AALI saat ini sedang dalam proses sertifikasi. “Ini bukti bahwa kelapa sawit merupakan industri berkelanjutan,” katanya. Tiga anak usaha AALI yang sudah mendapat sertifikat ISPO adalah PT Sari Aditya Loka, PT Gunung Sejahtera Dua Indah, dan PT Gunung Sejahtera Ibu Pertiwi.
Namun bagi Togar Sitanggang, Manager Corporate Affairs PT Musim Mas, mandatory ISPO pada 2014 susah tercapai. "Ada 1.200 perusahaan sawit," katanya. Apalagi untuk mendapatkan sertifikat ISPO cukup lama.
Walau sebagian kebunnya sudah mendapatkan ISPO, menurut Togar, sertifikat itu tidak memberikan keuntungan khusus bagi perusahaan. "Paling untuk menghilangkan kampanye negatif," katanya. Apalagi ISPO belum dikenal dunia internasional, sehingga pemerintah harus menyosialisasikan ISPO ke beberapa negara pembeli seperti China, India, Pakistan dan Eropa
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News