kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.122.000   32.000   1,53%
  • USD/IDR 16.630   72,00   0,43%
  • IDX 8.051   42,68   0,53%
  • KOMPAS100 1.123   6,98   0,62%
  • LQ45 810   0,68   0,08%
  • ISSI 279   2,38   0,86%
  • IDX30 423   1,81   0,43%
  • IDXHIDIV20 485   2,83   0,59%
  • IDX80 123   0,38   0,31%
  • IDXV30 132   0,38   0,29%
  • IDXQ30 135   0,57   0,43%

Pendapatan Anjlok Hingga 50%, Industri Perhotelan Menanti Stimulus Pasar


Minggu, 21 September 2025 / 15:00 WIB
Pendapatan Anjlok Hingga 50%, Industri Perhotelan Menanti Stimulus Pasar
ILUSTRASI. Pacific hotel. Seiring lesunya okupansi, pengusaha hotel mencatatkan penurunan pendapatan yang signifikan sejak awal tahun.


Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Seiring lesunya okupansi, pengusaha hotel mencatatkan penurunan pendapatan yang signifikan sejak awal tahun. Stimulus yang kini digelontorkan pemerintah pun dianggap tak cukup untuk memperbaiki pasar nasional. 

Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran menyebut secara tahunan atau year-on-year (yoy) terjadi penurunan okupansi di industri hotel nasional sebesar 3,51%.

Dari sisi pendapatan, penurunan malah terjadi lebih dalam, yakni rata-rata 50%.

Baca Juga: Okupansi Hotel Jakarta Tumbuh 5.7% pada Kuartal II-2025, Muncul Tren Permintaan Baru

Maulana menjelaskan, itu bisa terjadi akibat penurunan permintaan yang signifikan dari sektor pemerintah seiring diberlakukannya efisiensi anggaran ketat. Pasalnya, selama ini sektor pemerintah rata-rata berkontribusi 40%–60% ke pendapatan hotel nasional. 

“Itu yang mengisi kegiatan di ballroom, segmen-segmen MICE itu berkontribusi ke revenue hotel 50% sampai 60%, malah ada (hotel) yang 80% (pendapatannya dari sektor pemerintah),” papar Maulana kepada Kontan, Minggu (21/9/2025). 

Pun, permintaan dari segmen korporasi tak cukup menjadi buffer. Jika bicara industri hotel nasional, permintaan korporasi banyaknya datang untuk hotel di pulau Jawa. Sementara wilayah lain yang minim kantor korporasi jelas menggantungkan harapannya pada sektor pemerintah. 

Belum lagi, pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD) membuat anggaran pemerintah daerah kian ketat. Dus, permintaan akomodasi hotel berisiko makin kecil saja. 

Baca Juga: Pelaku Hotel Optimistis Kinerja Membaik di Paruh Kedua 2025

Sementara untuk permintaan dari sektor pariwisata, Maulana bilang industri hotel di Bali mungkin lebih baik karena ada fokus wisatawan mancanegara (wisman) di sana. Namun, lagi-lagi, kondisi tersebut tak berlaku di seluruh wilayah Indonesia.

Selain itu, faktor daya beli juga menjadi momok. Sejauh ini pemerintah memang telah meluncurkan berbagai paket stimulus untuk mendorong daya beli masyarakat, sebut saja PPh 21 DTP yang kini juga dapat dinikmati oleh pekerja hotel. Namun, efeknya terbilang minim ke industri hotel. 

Masalahnya, seretnya pendapatan sejak awal tahun sudah membuat industri hotel terpaksa mengurangi pengeluaran untuk pekerja. “Banyak daily worker yang kita tidak serap lagi, banyak juga yang hanya bekerja 2 minggu dan tidak full dalam sebulan,” beber Maulana. 

Baca Juga: Hotel di Bali Ternyata Lebih Boros Listrik daripada Jakarta, Apa Sebabnya?

Maka dari itu, stimulus yang menyasar tenaga kerja, meski diakui merupakan langkah yang positif, tetapi menjadi tak efektif jika pasar industri sendiri lesu atau bahkan telah hilang. Dus, stimulus yang bisa men-trigger pasar lebih diharapkan. 

Maulana menilai secara keseluruhan industri hotel sulit tumbuh tahun ini. “Sejauh ini saja masih minus, untuk mengejar pertumbuhan positif sepertinya cukup berat di sisa bulan ini,” sebutnya. 

Selanjutnya: KAI Dorong Pemberdayaan UMKM

Menarik Dibaca: 5 Tanaman Pembawa Sial yang Harus Disingkirkan dari Rumah, Ada Mawar!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×