kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.204   62,76   0,88%
  • KOMPAS100 1.106   11,08   1,01%
  • LQ45 878   11,31   1,31%
  • ISSI 221   1,16   0,53%
  • IDX30 449   6,13   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,20   0,97%
  • IDX80 127   1,37   1,09%
  • IDXV30 135   0,73   0,54%
  • IDXQ30 149   1,60   1,08%

Pengamat: Kebijakan Sektor Energi Maju Mundur, Dominan Dipengaruhi Faktor Politik


Minggu, 07 Mei 2023 / 22:14 WIB
Pengamat: Kebijakan Sektor Energi Maju Mundur, Dominan Dipengaruhi Faktor Politik
ILUSTRASI. Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) beroperasi di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Minggu (4/12/2022).


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Yudho Winarto

Di sisi lain, ketika harga minyak sudah mulai turun, daripada menimlbulkan kisruh politik, pemerintah melihat masih memiliki kapasitas fiskal yang baik sehingga memungkinkan memanfaatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ada.

Baca Juga: Komisi VII DPR Akan Panggil Menteri ESDM Soal Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga

Namun, Tauhid menegaskan, kebijakan pembatasan pembelian BBM Subsidi harus segera dilaksanakan karena dikhawatirkan menjadi bom waktu jika sewaktu-waktu harga minyak kembali melonjak.

Selain soal pembatasan BBM Subsidi, perihal pelaksanaan iuran batubara sebagai upaya mendorong kepastian pasikan domestic market obligation (DMO) juga dinilai oleh Tauhid terus saja molor dilaksanakan.

Menurutnya, ketika harga komoditas batubara mulai turun, tidak setinggi tahun lalu,  maka penjualan batubara ke dalam negeri untuk sektor kelistrikan menjadi lebih masuk akal.

Tidak hanya di energi fosil, kebijakan di energi terbarukan juga kerap mengalami kendala. Tauhid mengingatkan agar pemerintah mulai tegas menggunakan energi baru terbarukan (EBT) sebagai sumber energi alternatif fosil.

Saat ini implementasi energi hijau seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), terganjal oleh permasalahan perusahaan milik negara sendiri.

Saat ini kebijakan PLTS Atap juga kembali dikaji dan direvisi karena dinilai akan membebani PT PLN. Maka itu, penerapan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 26 Tahun 2021 tentang PLTS atap belum bisa dilaksanakan sepenuhnya.

Di saat oversupply listrik, PLN tidak berani mengambil risiko semakin meningkatnya produksi listrik sebab akan membebani keuangan karena adanya kebijakan take or pay (TOP).

“Selain itu masalahnya juga pada kebijakan power wheeling yang terkendala di regulasi kita, jadi PLN menjadi pembeli tunggal listrik yang dihasilkan swasta,” jelasnya.

Tauhid menegaskan, penggunaan EBT memang dilaksanakan bertahap, tetapi harus dimulai sekarang. Jika tidak, akan sulit mengejar target net zero emission.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×