kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengamat sebut pemerintah bisa manfaatkan China's Belt and Road Initiative BRI


Jumat, 22 Maret 2019 / 09:57 WIB
Pengamat sebut pemerintah bisa manfaatkan China's Belt and Road Initiative BRI


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong pemerintah Indonesia untuk bisa memanfaatkan China's Belt and Road Initiative (BRI) bagi pengembangan Energi Terbarukan (ET) di Indonesia. Yakni dengan menggaet kerjasama dan investasi untuk mengakselerasi pembangkit listrik ET di tanah air.

Menurut Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa, Indonesia dapat memanfaatkan BRI Cooperation Forum untuk mendorong percepatan pengembangan ET yang membutuhkan investasi besar. Apalagi, sesuai dengan target Kebijakan Energi Nasional (KEN), untuk mencapai bauran ET sebesar 23%, diperlukan tambahan 35 Gigawatt (GW) pembangkit ET hingga tahun 2025.

Dari hasil perhitungan IESR, lanjut Fabby, untuk mencapai target KEN tersebut, diperlukan investasi sebesar US$ 72,5 miliar hingga tahun 2025. "Karenanya IESR menyarankan agar pemerintah Indonesia mengusulkan kerjasama bilateral melalui forum BRI ini untuk 10 GW clean energy acceleration development initiative," kata Fabby melalui keterangan tertulisnya, Kamis (21/3).

Adapun, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN tahun 2019-2028, hanya ada sebesar 16 GW pembangunan pembangkit ET yang direncanakan hingga tahun 2028. Padahal, menurut International Renewable Energy Agency (IRENA), potensi ET yang dapat dikembangkan di Indonesia bisa mencapai 716 GW sampai tahun 2030.

Fabby mengatakan, kerjasama dilateral tersebut dapat difokuskan pada pengembangan pembangunan listrik tenaga surya (PLTS) skala utilitas, Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Bayu, PLT Panas Bumi, PLT Biomassa, dan PLT Mini Hidro.

Fabby pun menilai, inisiatif tersebut dapat meliputi kerjasama teknologi, pendanaan dan investasi yang melibatkan PLN, PGE, Geodipa, dan BUMN terkait, serta pelaku usaha swasta di Indonesia. "Juga kerjasama dalam pemetaan sumber daya ET yang akurat, transfer pengertahuan serta riset gabungan, terutama di bidang integrasi VRE dan pumped storage," terangnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa program utama dari inisiatif tersebut adalah pengembangan kapasitas terpasang PLTS sebesar 4 GW, PLTB sebesar 1 GW, PLTBm sebesar 2 GW, PLTMH sebesar 1 GW dan PLTP sebesar 2 GW, dengan total investasi yang dibuuthkan sekitar US$ 17,3 miliar. "Menurut IESR, pengalihan investasi ini untuk mensubstitusi investasi PLTU yang selama ini didukung oleh China," ungkapnya.

Adapun, komentar dari IESR ini menganggapi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan di pembukaan Standard Chartered CEO Connect Forum yang bertajuk "Connecting Indonesia and China through the BRI" pada Selasa (19/3).

Dalam kesempatan itu, Luhut menyatakan bahwa Indonesia siap mengajukan 28 proyek senilai US$ 91,1 miliar pada investor Tiongkok sebagai bagian dari partisipasi Indonesia di China's BRI.

Dari 28 proyek tersebut, sedikitnya ada tiga proyek yang diusulkan merupakan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan kapasitas 2,1 GW. Proyek tersebut memiliki nilai investasi sekitar US$ 2,94 miliar.

Menurut IESR, selama ini Tiongkok lebih fokus berinvestasi di PLTU batubara. Padahal, Indonesia harus mulai meninggalkan batubara dan mempercepat pengembangan ET dengan target bauran sebesar 23% pada pada tahun 2025.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×