kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,12   2,37   0.26%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat: Skema penyelamatan Garuda harus win-win solution


Senin, 08 November 2021 / 15:47 WIB
Pengamat: Skema penyelamatan Garuda harus win-win solution
ILUSTRASI. Layanan kargo maskapai Garuda Indonesia?di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

Edhi menggambarkan, umumnya, kreditor memberikan pinjaman dalam dollar Amerika Serikat (AS) dengan bunga di atas 7%. Kalau dirupiahkan, bunganya rata-rata bisa 10% per tahun.

Dengan bunga sebesar itu, maka kewajiban Garuda membayar bunga pinjaman sekitar Rp 7,3 triliun per tahun. Ini baru bayar bunga utang jangka pendek, belum termasuk utang jangka panjang. 

Untuk kupon bunga jangka panjang, biasanya sebesar 10% per tahun. Jadi, untuk bayar bunga utang long term kepada kreditur berkisar Rp 11,4 triliun per tahun. "Kondisi seperti ini seharusnya bisa menjadi pertimbangan bagi pemangku kebijakan di Indonesia untuk menyelamatkan Garuda," imbuh Edhi.

Pemerintah, sambung Edhi, harus bisa meyakinkan kepada seluruh kreditor bahwa Garuda memiliki dana cash untuk membayar utang pokok beserta bunganya. Karena itu, pemerintah perlu menentukan skema yang tepat agar Garuda bisa membayar seluruh utangnya kepada kreditor.  

Baca Juga: GMF AeroAsia (GMFI) kejar EBITDA positif pada tahun ini

Untuk itu, ada beberapa skema opsi yang bisa dilakukan Garuda. Pertama, kata Edhi, pemerintah bisa memberikan ijin kepada Garuda untuk menerbitkan obligasi (bond) dengan tenor 30 tahun.

Nilai obligasinya berkisar Rp 20 triliun sampai Rp 30 triliun. Dari jumlah ini, 50% digunakan untuk membayar utang dan sisanya untuk keperluan biaya operasional Garuda. 

Tentu, yang membeli obligasi Garuda adalah pemerintah. Bisa juga, pemerintah berbagi beban dengan Bank Indonesia (BI). Toh, selama ini, BI juga membeli surat utang pemerintah.

Penerbitan obligasi bisa dilakukan bertahap dengan kupon 1% per tahun. Tapi, pemerintah harus memberikan grace periode/masa tenggang 5 tahun bagi Garuda untuk membayar cicilan dan kupon obligasi. 

Dengan adanya grace periode, Garuda bisa memperbaiki dulu kinerjanya selama lima tahun. Setelah lima tahun, baru Garuda mulai mencicil pembayaran dan kupon obligasi yang diterbitkan.

"Lewat penerbitan obligasi ini, bisa menjadi solusi bagi Garuda dan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan utang kepada para lender," papar Edhi.

Baca Juga: Garuda Indonesia (GIAA) dan Emirates Menandatangani Perjanjian Code Sharing

Cara lainnya bisa lewat penerapan mandatory convertible bond (MCB) atau obligasi wajib konversi. Misalnya, ditetapkan harga MCB Rp 500 dengan jangka waktu selama 7 tahun dan bunga sebesar 6%.

Yang beli MCB tentu kreditur. Setelah jatuh tempo, obligasi tadi dikonversi dengan saham Garuda. "Jadi, ada kepercayaan dari kreditur bahwa Garuda punya niat untuk membayar utangnya," tegas Edhi.

Kalau MCB itu bisa mengurangi beban utang Garuda sebesar Rp 10 triliun saja, itu sudah lumayan. Dana sebesar itu, terutama bisa digunakan untuk membayar utang-utang short term.

Yang penting, kata Edhi, ekuitas Garuda bisa positif terlebih dahulu. Kalau kinerja Garuda positif, tentu akan ikut mempengaruhi pergerakan harga saham Garuda di pasar modal.




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×