kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengaturan nuklir masih jadi perdebatan, RUU EBT atau RUU ET?


Jumat, 18 September 2020 / 06:08 WIB
Pengaturan nuklir masih jadi perdebatan, RUU EBT atau RUU ET?
ILUSTRASI. Komisi VII DPR RI mulai membahas secara intensif Rancangan Undang-Undangan Energi Baru dan Terbarukan.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati

MKI juga mengusulkan adanya prioritas inovasi EBT, dengan jenis energi baru berupa mineral yang dapat menghasilkan energi dan banyak terdapat di Indonesia, seperti thorium, fuel cell, pengembangan energy storage atau baterai lithium sebagai bagian integral dari program hilirisasi pertambangan.

Sedangkan untuk jenis energi terbarukan adalah bahan bakar nabati (BBN), energi samudera dan solar PV. "Pengembangan EBT seyogianya dijadikan sarana untuk meningkatkan kemampuan penguasaan teknologiĀ  dan industri dalam negeri dengan meningkatkan TKDN semaksimal mungkin," kata Wiluyo.

Lebih lanjut, Sekretaris Jenderal MKI Andri Doni berpendapat bahwa Energi Baru dan Terbarukan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dia mengambil contoh, solar PV yang tidak bisa terlepaskan dengan penyimpanan di PV storage. "Nah itu satu paket. Pemerintah juga sudah menamai Direktorat Jenderal-nya EBT," kata Andri.

Adapun, merujuk pada draft RUU EBT yang didapatkan Kontan.co.id, Bab IV mengatur tentang Sumber Energi Baru. Di dalamnya, dominan membahas energi nuklir. Sedangkan jenis sumber energi baru lainnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Baca Juga: Rencana akuisisi tambang batubara, PLN masih tunggu pengesahan RUPTL

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai bahwa sebaiknya nuklir tidak dimasukkan dalam rancangan beleid ini, sehingga judulnya hanya RUU ET. Kata dia, hal itu lebih relevan dan fokus untuk mengejar target 23% bauran energi terbarukan pada tahun 2025.

"RUU EBT kurang tepat, lebih tepat adalah RUU ET. Yang dimaksud Baru disini hanya PLTN. Padahal nuklir sudah ada UU tersendiri, jadi tidak perlu masuk disini. Kalau kita bicara RUU ET, maka relevan untuk percepatan pengembangan energi terbarukan dalam mencapai target 23% pada 2025 dan mempercepat transisi energi bersih pada 2035-2040," kata Fabby.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengatakan bahwa pihaknya masih akan menampung masukan dari stakeholders lainnya, yakni dengan menggelar sejumlah RDPU lanjutan. Asal tahu saja, saat ini RUU EBT masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2019-2024 dan menjadi Prolegnas Prioritas pada 2020 ini.

Komisi VII telah menyusun draft RUU dan ditargetkan sudah final, selesai menjadi RUU EBT pada akhir tahun nanti. Sehingga bisa segera dibahas bersama pemerintah. "Banyak masukan yang sudah ada di dalam draft RUU. Tambahan yang diterima dalam RDPU akan dijadikan bahan kajian. Akhir tahun targetkan akan diajukan ke pemerintah," kata Eddy kepada Kontan.co.id, Kamis (17/9).

Selanjutnya: METI dan MKI meminta pembentukan badan khusus pengelola energi terbarukan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×