Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Mimpi buruk para pengembang mulai datang. Setelah tak bisa melanjutkan proyek perumahan tahun depan, kini pengembang mulai dihantui bayang-bayang kredit konstruksi yang macet. Dengan suku bunga pinjaman 15% - 18% dan BI rate 9,5%, pengembang mengaku mulai kesulitan mengangsur kredit konstruksi ke bank.
Sudah begitu, sejak dua pekan lalu, bank menghentikan kucuran kredit konstruksi. Makanya, beberapa pengembang berhenti mengerjakan proyek perumahan. "Saat ini, penurunan pasar rumah susun sederhana milik (rusunami) dan rumah sederhana sehat (RSh) sebesar 50%. Ini mengancam pembangunan 150.000 unit perumahan non subsidi," kata Wakil Ketua REI Bidang Rusunami, Muhamad Nawir, Jumat (28/11).
Sudah begitu, pengembang tetap harus membayar cicilan bunga konstruksi ke bank. Tentu saja, ini menggerus modal pinjaman dari bank, termasuk modal sendiri. Karenanya, pengembang mulai megap-megap membayar cicilan. Nawir memperkirakan, saat ini, tingkat kredit macet di sektor properti sudah mencapai Rp 5 triliun. "Ini dari estimasi proyek yang sedang jalan di 2008," tandasnya.
Sejauh ini, bank sudah mengucurkan total kredit konstruksi sekitar Rp 120 triliun. Jumlah itu meliputi 20.000 apartemen, 50.000 rusunami, dan 100.000 RSh. "Yang paling menderita tentu saja segmen bawah yang nonsubsidi. Di sinilah kredit mulai macet," kata Nawir.
Pengamat Properti Ali Tranghada memprediksi, apabila pemerintah tidak segera menurunkan BI rate ke level 8%, nilai kredit macet alias non-performing loan (NPL) di 2009 bakal meningkat hingga 8% dari perkiraan semula 3,2 %. "Artinya, kredit yang macet di 2009 bisa mencapai Rp 8 triliun," katanya.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Real Estate Indonesia (DPP REI) Teguh Satria tampak belum terlalu gundah dengan perkiraan kredit macet itu. Ia masih optimistis, tahun depan, jumlah NPL tidak akan bertambah. Ia yakin pemerintah akan menurunkan suku bunga pada Desember 2008. Pengembang masih bisa bertahan. "Kondisi permodalan pengembang jauh lebih baik ketimbang krisis ekonomi 10 tahun lalu," tandasnya.
Kendati begitu, pengembang kembali mendesak pemerintah segera menurunkan suku bunga BI menjadi 8%. Pasalnya, pengembang rusunami kelas bawah sudah tidak bisa berbuat banyak. Mereka juga sudah menghemat pengeluaran dan merumahkan pekerja. "Paling lambat, pemerintah harus menurunkan suku bunga di Januari 2009. Jika tidak, para pengembang kelompok ini akan bangkrut," kata Ali Tranghanda.
Gara gara krisis, target penjualan properti nasional 2008 cuma Rp 35 triliun, turun 12,5% dari target semula sekitar Rp 40 triliun. Sepertinya, efek bola salju dari krisis masih terus berlanjut ke sektor properti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News