Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Keputusan Badan Pengusahaan (BP) Batam mengerek tarif Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) belum mempengaruhi aktivitas bisnis investor di Batam. Para pelaku bisnis masih menerima besaran kenaikan tarif itu.
Meski begitu, Harun Hajadi, Direktur PT Ciputra Development Tbk (CTRA), salah satu pengembang yang punya proyek di Batam menyarankan supaya tarif sewa lahan di Batam tersebut jangan sampai mengalami kenaikan yang berulang. "Sebaiknya jangan naik terus. Ini bisa berdampak menurunkan minat orang untuk berinvestasi di Batam," kata Harun. kepada KONTAN, akhir pekan lalu.
Kenaikan tarif ini berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam atau BP Batam (Perka) Nomor 1/2017 tentang Jenis Tarif Layanan pada Kantor Pengelolaan Lahan BP Batam. Instansi ini menetapkan tarif anyar UWTO dari Rp 1.500 sampai Rp 495.600 rupiah per meter persegi (m) dengan besaran kenaikan tertinggi mencapai 150%. \
Kenaikan tarif berlaku untuk 14 jenis peruntukan lahan, seperti rumah tapak, apartemen, industri, properti komersial, pariwisata, lapangan golf hingga perikanan.
Harun bilang, saat ini kenaikan tersebut tidak berdampak besar bagi bisnis Ciputra. Adapun saat ini, pengembang tersebut tengah menggarap dua proyek residensial di sana. "Saat ini kami fokus menjalankan proyek yang sudah berjalan, untuk yang baru kami belum bisa memprediksikan," cetus Harun.
Sementara Wibisono, Hubungan Investor PT Agung Podomoro Land Tbk, menilai, aturan tarif baru ini baru bisa diterapkan untuk proyek yang akan digarap pengembang. Agung Podomoro sendiri berencana menggarap satu proyek apartemen di sana. Menurutnya, proyek ini akan terkena aturan anyar tarif tersebut. "Kami akan luncurkan proyek tersebut pada tahun ini," katanya tanpa memerinci.
Sanny Iskandar, Ketua Himpunan Kawasan Industri sependapat kenaikan tarif itu tidak berdampak ke bisnis kawasan industri. Soalnya, pengembang lahan industri sudah menerima besaran kenaikan UWTO. "Tarif itu keluar hasil kesepakatan dan sudah ada titik temu. Itu artinya tidak memberatkan kami, timpal Sanny.
Meski tarif UWTO saat ini tidak memberatkan, Sanny berharap, agar BP Batam bisa memberikan kepastian hukum bagi kelangsungan usaha maupun investasi di Batam. Selain UWTO, pengusaha juga membutuhkan kepastian hukum soal kewenangan pembuat kebijakan di Batam.
Johny Darmawan, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian sependapat, masalah krusial di Batam saat ini bukan terletak pada tarif UWTO. Ia menyebut pengusaha gelisah lantaran ada kesimpangsiuran kewenangan aturan dan fungsi Pemerintah Daerah Batam dengan BP Batam. "Banyak tumpang tindih aturan yang mesti diselesaikan," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News