Reporter: Noverius Laoli | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Kemarahan Presiden Joko Widodo melihat ketidakberesan pengelolaan Dwelling Time di PT Pelindo II mendapat respons positif dari para pengusaha logistik. Pasalnya, kondisi ini sudah lama terjadi dan mengakibatkan kelambanan serta tidak efisiennya aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Masita mengatakan seharusnya Jokowi mencopot Direktur Pelindo II karena tidak mampu mengatasi persoalan ini. Ia mengatakan persoalan utama justru di tubuh Pelindo.
"Dwelling Time bukan persoalan baru, sudah tiga Menko Perekonomian dan tiga menteri perdagangan yang diganti, tapi tidak pernah selesai karena eksekutornya pejabat-pejabat itu juga," ujar Zaldy dalam keterangan pers, Kamis (18/6).
Zaldy mengeluhkan selama ini pengusaha tidak dapat berbuat banyak dalam menghadapi banyaknya dan rumitnya berokrasi di Pelindo II. Akibatnya, proses masa tunggu bongkar muat barang. Hal itu terjadi karena akar persoalan ada di dalam Pelindo II.
Ia menuding Pelindo tidak becus mengurus pelabuhan karena hanya mengejar keuntungan. Akibatnya sisi pelayanan kepada masyarakat terabaikan. Ia menyarankan agar Jokowi mengusut tuntas persoalan di tubuh Pelindo."Kontainer kami terkena tarif progresif karena harus menginap. Ini sangat tidak adil," keluhnya.
Zaldy menilai, lamanya dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok disebabkan mekanisme yang diterapkan Pelindo yang kini berada di bawah komando Richard Joost Lino sangat berbelit-belit. Apalagi ALI melihat di Pelabuhan Tanjung Priok terdapat dualisme pengelolaan yaitu Indonesia Port Corporation (IPC) dan PT Pelindo II.
Menurut Zaldy, pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar setiap minggu berkantor di Pelabuhan Tanjung Priok. Saat itu, PT Pelindo II memberikan masukan kepada Mahendra sehingga pemerintah akhirnya memutuskan memberlakukan kenaikan tarif secara progresif hingga 300% biaya penumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok.
"Kami sedih karena pemerintah hanya mendengar masukan sepihak dari Pelindo II. Apakah ada perubahan? Jelas-jelas sampai hari ini tidak ada perubahan," imbuhnya.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Logistik Carmelita Hartoto menyatakan hal serupa. Ia berharap, pengelolaan pelabuhan dilakukan secara profesional dan baik agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. "Saatnya, kita selesaikan persoalan dwelling time, sebab persaingan makin ketat memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN,” katanya.
Selama ini, lanjut Carmelita, Pelabuhan Tanjung Priok menanggung sekitar 70% aktivitas bongkar muat di Indonesia. Bahkan, pada saat peak arus bongkar muat, kerap terjadi kemacetan sehingga dwelling time menjadi lebih lama. Ia yakin, kalau sebagian aktivitas di Pelabuhan Tanjung Priok dialihkan ke Cikarang Dryport pasti akan lebih efektif, sambil pelaku usaha menunggu pembangunan Marunda Port atau pun Cilamaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News