Reporter: Noverius Laoli | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Kalangan pengusaha kakao mendesak pemerintah menerapkan peraturan wajib fermentasi bagi seluruh penjualan kakao di Indonesia. Hal itu mendesak dilakukan untuk mendongkrak nilai penjualan kakao yang selama ini dinilai masih rendah.
Ketua Umum Asosiasi Kakao Fermentasi Indonesia, Syamsuddin Said mengatakan, fermentasi bisa mendongkrak harga jual kakao lebih baik. Ia mengatakan, ada selisih harga mulai dari Rp 2.000 per kg hingga Rp 7.000 per kg bila sudah difermentasi.
Kalau misalkan harga biji kakao non fermentasi yang diperdagangangkan dalam negeri sebesar Rp 30.000 per kg, maka harga itu bisa naik menjadi Rp 37.000 per kg setelah di fermentasi.
Ia bilang, setiap petani sebenarnya bisa melakukan fermengtasi sendiri, sebab hanya butuh waktu sekitar empat hari untuk fermentasi. "Sekarang biji kakao yang difermetasi belum sampai 5% saja dari total produksi," ujar Syamduddin, Senin (14/12).
Menurutnya, dari produksi kakao tahun 2014 sebanyak 800.000 ton, bila semua biji itu difermentasi maka nilainya sangat besar. Tapi para petani memang enggan memfermentasi biji kakao yang mereka jual lantaran volumenya terlalu sedikit.
Namun bila pemerintah mewajibkan seluruh perdagangan kakao dalam negeri wajib fermentasi dan memberikan sanksi bagi buyer (pembeli) biji non fermenasi, maka upaya mendorong penjualan biji kakao fermentasi akan tercapai.
Sejauh ini, Kemtan sudah mengeluarkan peraturan yang mewajibkan ekspor biji kakao terfermentasi mulai tahun 2012 lalu. Kemudian Kemtan juga mengeluarkan Permentan No.67 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu dan Pemasaran Biji Kakao, yang efektif dan yang akan wajib diberlakukan mulai 2016.
Poin penting dari Permentan 67 Tahun 2014 yaitu kakao yang dipasarkan harus memenuhi standar mutu yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Asal Lokasi Biji Kakao (SKAL-BK) dan sertifikat jaminan mutu pangan hasil pertanian (SJM BK). Saat ini, sebagian besar petani kakao dalam negeri masih menjual biji kakao bukan fermentasi atau yang disebut biji kakao asalan. Padahal, kewajiban Permentan itu harus sudah berlaku 100% untuk petani kakao pada Mei 2016 mendatang
Syamsuddin menilai peraturan ini belum ampuh mendorong petani memfermentasi biji kakao produksi mereka. Sebab belum ada sanksi bagi industri yang membeli kakao non fermentasi. Ia menargetkan tahun depan produksi kakao bisa naik 10% dari saat ini sebesar 800.000 ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News