kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengusaha minta tol laut diserahkan ke swasta


Selasa, 22 Agustus 2017 / 09:24 WIB
Pengusaha minta tol laut diserahkan ke swasta


Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Para pengusaha meminta pemerintah menyerahkan program tol laut kepada swasta. Pasalnya, tol laut yang menjadi salah satu unggulan pemerintah dalam menekan harga pangan, terutama kebutuhan pokok, belum berjalan efektif.

Terbukti, sejak program ini mulai dilaksanakan pada bulan Februari 2015, hingga saat ini belum ada dampak berarti terhadap penurunan harga bahan-bahan pokok di wilayah yang rutenya dilalui oleh tol laut.

Berdasarkan situs hargapangan.id, sejumlah harga bahan pokok seperti beras, minyak goreng, cabai merah, daging ayam, dan daging sapi di provinsi yang menjadi rute tol laut, harganya justru mengalami kenaikan.

Misalnya saja di Lirung Sulawesi Utara, daging ayam pada 14 Agustus 2017 kemarin, harganya Rp 32.900, lebih mahal dibandingkan 14 Agustus 2016 (years on years/yoy) yang Rp30.000. Begitu pun cabai rawit dari Rp 26.250 harganya naik menjadi Rp 54.750 pada periode yang sama. Hal serupa juga dialami oleh komoditas pangan pokok lainnya.

Zaldy Masita, Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) mengatakan, dari data yang ada di lapangan, terlihat sekali bahwa program tol laut yang dicanangkan pemerintah jauh dari memuaskan. Padahal anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk subsidi program ini sangat besar. Tahun ini saja nilai subsidinya mencapai untuk Rp 380 miliar.

“Perkembangan tol laut selama ini menurut saya salah arah, karena tol laut hanya mengandalkan subsidi untuk menurunkan biaya angkut. Pendekatan seperti ini tidak sustain karena ketika subsidi dicabut maka harga akan naik lagi. Saat ini saja harganya tetap naik. Sampai kapan tol laut dengan sistem subsidi bisa kuat, pendekatan seperti ini sama saja dengan konsep kapal perintis dari zaman Pak Harto,” ujarnya kepada media akhir pekan lalu.

Oleh karena itu, Zaldy menyarankan, sebaiknya anggaran subsidi tol laut dialihkan untuk memperbaiki fasilitas pelabuhan di daerah yang menjadi rute tol laut. Dengan begitu, bongkar muat kapal menjadi cepat sehingga biaya pelabuhan bisa turun. Tidak seperti saat ini, dimana anggaran subsidi hanya dinikmati oleh beberapa perusahaan pelayaran yang mendapatkan proyek tol laut.

Dengan dibangunnya fasilitas pelabuhan di daerah terpencil, juga akan berdampak pada ekonomi di daerah tersebut dan dinikmati oleh banyak pihak, terutama masyarakat.

Asmari Herry Prayitno, Ketua Komite Tetap Sarana dan Prasarana Perhubungan Kamar Dagang Indonesia (Kadin), sejatinya tol laut memang tidak berkorelasi langsung dengan harga barang. Dimana tol laut hanya untuk mempermudah atau memperlancar distribusi barang. Setelah barang sampai dipelabuhan, yang menentukan adalah harga pasar.

Oleh karena itu, kata dia, pemerintah perlu membuat aturan mengenai harga barang atau pangan. “Perlu ada regulasi mengenai keuntungan yang wajar, harga barang yang wajar atau keuntungan yang wajar. Kalau tidak ada maka ada spekulasi di situ,” katanya.

Sehingga kata dia, mata rantai perdagangan yang ada di rute-rute tol laut itulah yang perlu dibenahi. Sedangkan untuk tol laut, sebaiknya diserahkan kepada swasta, terutama tol laut yang rutenya komersil. Sehingga tidak ada duplikasi rute dan mengganggu operator pelayaran yang sudah ada.

“Sehingga uangnya pemerintah jadi terbuang, padahal bisa digunakan untuk rute yang lain, terutama rute-rute perintis atau dipakai untuk menurunkan harga barang setelah sampai di pelabuhan,” kata Herry.

Bisa juga, lanjut Herry, rute tol yang ditetapkan pemerintah dikombinasikan dengan rute komersial. “Rutenya fleksibel dan tidak harus kaku. Misalnya rute T1 jika bisa dilewati melalui rute komersil maka bisa disambung dan disinergikan dengan swasta. Nanti swasta yang kombinasikan dengan rute yang ada. Kalau rutenya ditentukan dan kapalnya ditentukan seperti saat ini, maka itu akan menjadi lebih mahal,” katanya. (Hendra Gunawan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×