Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengusaha nikel bersiap menghadapi dampak dari pelarangan ekspor nikel yang akan dilakukan oleh Filipina.
Diberitakan Kontan sebelumnya, laporan dari Bloomberg pada Jumat 7 Februari 2025 menyebut Pemerintah Filipina tengah menggodok Rancangan Undang-undang (RUU) yang melarang ekspor mineral mentah, termasuk nikel yang ditargetkan dapat berlaku mulai Juni 2025.
Ketua Umum Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) Arif Perdana Kusumah mengatakan, FINI melalui informasi dan pemberitaan mengetahui bahwa Pemerintah Filipina tengah menggodok Rancangan Undang-undang (RUU) yang melarang ekspor mineral mentah, termasuk nikel yang ditargetkan dapat berlaku mulai Juni 2025.
Langkah ini diambil pemerintah Filipina sebagai upaya untuk meningkatkan industri pertambangan hilir, termasuk mendorong penambang untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter.
"FINI saat ini terus memantau isu tersebut dan masih mempelajari detil dampak dari kebijakan Pemerintah Filipina," kata Arif kepada Kontan, Rabu (7/5).
Menurut Arif, dampak terhadap pengaruh pada persediaan nikel di tingkat global, pengaruh pada peningkatan harga, termasuk harga nikel Indonesia tentunya perlu diantisipasi oleh pihak Pemerintah Indonesia dan pelaku industri nikel.
Baca Juga: Indonesia Kaji Dampak Filipina Stop Ekspor Nikel
Melansir data dari Badan Pusat Statistik (BPS), dalam periode waktu sebelas bulan tahun 2024 atau Januari-November 2024, Indonesia telah mengimpor 10,29 miliar kg atau setara dengan 10,26 juta ton nikel ore dan konsentrat. Dengan nilai Cost, Insurance, and Freight (CIF) atau biaya tanggung jawab pengiriman barangnya mencapai US$ 451,9 juta.
Volume terbanyak impor berasal dari Filipina, yaitu sebesar 10 miliar kg atau setara dengan 10 juta ton nikel ore dan konsentrat dengan CIF senilai US$ 436,85 juta.
Angka ketergantungan impor ini cukup fantastis jika dibandingkan impor nikel Indonesia sepanjang tahun 2023 yang hanya berada di angka 1,26 juta ton.
Terkait antisipasi dari efek larangan ekspor Filipina, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan masih akan melakukan kajian terhadap dampaknya pada industri nikel dalam negeri.
"Kalau dampak, kita memang ada impor untuk yang nikel dari Filipina. Tapi kalau misalnya nanti Filipina melarang ekspornya betul, ya kita exercise lah seperti apa pas-nya," ungkap Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) ESDM Tri Winarno di kantornya, Jumat (09/02).
Adapun, sebagai negara dengan penghasil nikel kedua terbesar di dunia, ditutupnya keran ekspor dari Filipina diprediksi akan berpengaruh pada persediaan nikel di tingkat global. Hal ini disinyalir akan berpengaruh pada peningkatan harga, termasuk harga nikel Indonesia.
Baca Juga: Kementerian ESDM Buka Suara Soal Perkembangan Royalti 0% untuk Hiliriasi Batubara
Selanjutnya: Menko Airlangga Ungkap Langkah Pemerintah untuk Jaga Pertumbuhan Ekonomi
Menarik Dibaca: Jus Penurun Kolesterol Paling Cepat, Ini 10 Rekomendasinya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News