Reporter: Rizky Herdiansyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sepertinya, penyelesaian draf Surat Keputusan Bersama (SKB) antara pemerintah dan pihak swasta bakalan kembali molor. Semula, pemerintah yakin pembahasan isi draf SKB tersebut akan rampung pada Senin (4/8) ini. Namun, perkiraan tersebut meleset.
"Ada hal yang perlu dibahas lanjut lagi," ujar Gunaryo, Direktur Bina Pasar dan Distribusi, Departemen Perdagangan usai menghadiri rapat pembahasan lanjutan SKB di Jakarta hari ini.
Gunaryo bilang, pembahasan kali ini masih berkutat di usulan-usulan lama. "Pemerintah berusaha meyakinkan swasta untuk tetap berhemat," katanya. Namun, kali ini, pemerintah menekankan pihak swasta untuk mengoptimalkan penggunaan genset sebagai pengganti daya listrik dari PLN. Pemerintah berharap, swasta akan menggunakan genset setidaknya dua kali seminggu.
Selain itu, rencananya, kata Gunaryo, pemerintah akan memberlakukan sanksi kepada pengusaha yang membandel. "Bisa saja pemadaman atau pencabutan jaringan listrik," tambahnya.
Dia pun berharap, sebisa mungkin penerapan SKB ini tidak mundur lagi dari jadwal yang ditentukan. “Kami menargetkan SKB bisa selesai di pertengahan Agustus ini,” tegasnya. Hanya saja, yang jadi persoalan, hingga saat ini belum ditemukan kata sepakat antara pemerintah dan swasta. Dengan demikian, pemerintah belum bisa memastikan kapan isi draf SKB penghematan energi tersebut rampung.
Menolak Sanksi Dan Genset
Adanya usulan diterapkannya sanksi oleh pemerintah disambut dingin oleh pebisnis ritel. Bahkan, beberapa peritel menolak mentah-mentah usulan tersebut. "Kami menolak penerapan sanksi," jelas Stefanus Ridwan, Ketua Asosiasi Pengusaha Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI). Dia bilang, SKB tidak terlalu penting bagi kelangsungan bisnis ritel. Yang terpenting, menurutnya, pihaknya sudah membantu PLN dalam penghematan.
Ridwan mengusulkan, hal krusial yang harus dibahas adalah bagaimana penghematan itu terjadi tanpa menambah biaya. "Oleh sebab itu, kami juga tidak setuju dengan penggunaan genset," tuturnya. Dia beralasan, penggunaan genset biayanya lebih mahal daripada penggunaan listrik dari PLN. "Kalau pakai genset kita bisa kena Rp 3600 kwh," terangnya.
Hal senada juga diutarakan Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Tutum Rahanta. Dia mengatakan, pihaknya sangat mendukung program penghematan listrik. Hanya saja, tujuan penghematan listrik tersebut jangan sampai mengganggu kinerja. "Kami minta hal ini jangan sampai ganggu produktifitas," ungkapnya.
Tutum juga keberatan dengan usulan penggunaan genset sebagai pengganti listrik. Dia mengatakan, seharusnya pemerintah sudah memikirkan kebijakan lainnya. Yang dimaksud Tutum, pemerintah juga harus memikirkan situasi dan operasionalisasi di lapangan. "Bagaimana cara kita membeli bahan bakar," tanya Tutum. Menurut Tutum, situasi menjadi kompleks jika pengusaha ritel membeli BBM. "Di SPBU gak bisa. Tapi jika beli langsung dari Pertamina, konsumsi kita tidak seperti industri," imbuhnya. Oleh karenanya, menurut Tutum, pembahasan SKB seharusnya tidak terbatas pada penghematan saja. "Tapi sisi lainnya juga harus diperdalam," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News