Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
Alasannya, ketersediaan barang-barang komponen pendukung ini masih sangat terbatas di Indonesia sehingga pilihan untuk impor menjadi tak terelakkan. Hal ini menurut Andry cukup merugikan bagi produsen barang elektronik di dalam negeri, sebab pabrikan mau tidak mau harus merogoh kocek lebih banyak untuk membayar ongkos kirim dan lain-lain.
Baca Juga: Demi investasi, tata cara hitungan TKDN elektronik dan telematika diubah
Industri hulu elektronik yang masih lemah menurut Andry disebabkan oleh sejumlah faktor. Dari segi biaya misalnya, lahan industri di Indonesia dirasa masih cukup mahal bila dibandingkan lahan industri di beberapa negara kompetitor.
Bahkan, Andry mencatat bahwa beberapa negara kompetitor seperti misalnya Vietnam dan China menyediakan lahan industri secara gratis bagi pelaku industri yang ingin berinvestasi, meskipun fasilitas tersebut diberikan dengan syarat-syarat tertentu. Akibatnya, investasi pembangunan pabrik komponen pendukung elektronik di Indonesia masih terbilang minim.
Oleh karenanya, selain mengawal implementasi regulasi TKDN secara konsisten, Andry menilai bahwa pemerintah juga perlu berupaya untuk membuat iklim investasi menjadi lebih menarik dengan memberi dukungan kepada pelaku industri komponen pendukung elektronik.
“(Bentuk dukungannya melalui) kemudahan peraturan, penerapan tax holiday secara optimal, lahan industri yang murah, proteksi terhadap pelaku industri komponen pendukung elektronik lokal dari serbuan impor, dan lain-lain,” kata Andry.
Baca Juga: Membidik investasi, Kemenperin memacu TKDN produk elektronik