Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus berupaya memacu industri elektronika dan telematika di dalam negeri untuk mengoptimalkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pada setiap produk yang dihasilkan.
Pekan lalu, Kementerian Perindustrian RI menyatakan tengah mengkaji kemungkinan untuk merevisi Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 68 Tahun 2015 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai TKDN Produk Elektronika dan Telematika.
Baca Juga: Ini tanggapan Sharp Electronics Indonesia soal wacana revisi TKDN produk elektronik
Sejauh ini belum terang akan seperti apa isi ketentuan-ketentuan yang akan dimuat dalam beleid baru tersebut. Yang jelas, hal ini bertujuan untuk menarik investasi serta menumbuhkan sektor industri pendukung atau komponen. Kendati demikian, hal ini bukannya tanpa tantangan. Sejumlah kendala masih dijumpai oleh pelaku industri barang elektronik dalam meningkatkan TKDN pada barang yang diproduksinya.
Andry Adi Utomo, National Sales Senior General Manager PT Sharp Electronics Indonesia industri hulu elektronik di Indonesia masih belum mampu memenuhi semua kebutuhan komponen dari pabrikan barang-barang elektronik.
Hal ini juga turut dirasakan oleh Sharp Electronics Indonesia. Andry bilang, Sharp Electronics Indonesia terpaksa masih harus mengimpor beberapa komponen tertentu seperti misalnya panel dan power supply untuk produk televisi LED, kompresor untuk produk kulkas, serta motor listrik dan spin dryer untuk produk mesin cuci dari beberapa negara seperti misalnya Thailand, Malaysia dan China.
Alasannya, ketersediaan barang-barang komponen pendukung ini masih sangat terbatas di Indonesia sehingga pilihan untuk impor menjadi tak terelakkan. Hal ini menurut Andry cukup merugikan bagi produsen barang elektronik di dalam negeri, sebab pabrikan mau tidak mau harus merogoh kocek lebih banyak untuk membayar ongkos kirim dan lain-lain.
Baca Juga: Demi investasi, tata cara hitungan TKDN elektronik dan telematika diubah
Industri hulu elektronik yang masih lemah menurut Andry disebabkan oleh sejumlah faktor. Dari segi biaya misalnya, lahan industri di Indonesia dirasa masih cukup mahal bila dibandingkan lahan industri di beberapa negara kompetitor.
Bahkan, Andry mencatat bahwa beberapa negara kompetitor seperti misalnya Vietnam dan China menyediakan lahan industri secara gratis bagi pelaku industri yang ingin berinvestasi, meskipun fasilitas tersebut diberikan dengan syarat-syarat tertentu. Akibatnya, investasi pembangunan pabrik komponen pendukung elektronik di Indonesia masih terbilang minim.
Oleh karenanya, selain mengawal implementasi regulasi TKDN secara konsisten, Andry menilai bahwa pemerintah juga perlu berupaya untuk membuat iklim investasi menjadi lebih menarik dengan memberi dukungan kepada pelaku industri komponen pendukung elektronik.
“(Bentuk dukungannya melalui) kemudahan peraturan, penerapan tax holiday secara optimal, lahan industri yang murah, proteksi terhadap pelaku industri komponen pendukung elektronik lokal dari serbuan impor, dan lain-lain,” kata Andry.
Baca Juga: Membidik investasi, Kemenperin memacu TKDN produk elektronik
Pandangan serupa juga diungkapkan oleh Aryo Meidianto, Public Relations Manager Oppo Indonesia. Menurutnya, sebenarnya Indonesia telah memiliki beberapa pemain industri komponen pendukung produk-produk elektronika.
Pada industri ponsel, hal ini ditandai dengan adanya beberapa pemain lokal yang memproduksi beberapa aksesoris ataupun komponen pendukung ponsel seperti misalnya baterai, kabel data, dan sebagainya. Sayangnya, sebagian besar dari produk-produk tersebut masih belum bisa memenuhi standar spesifikasi yang dibutuhkan oleh pabrikan-pabrikan ponsel di dalam negeri.
“Mungkin mereka bisa buat baterai, mereka bisa buat adaptor, tapi untuk memenuhi kebutuhan si produsen handphone kan tidak gampang, kami kan punya angka-angka indikator sendiri yang harus dipenuhi,” ujar Aryo.
Baca Juga: Menperin beberkan stimulus tambahan bagi sektor industri terdampak pandemi Covid-19
Oppo Indonesia sendiri sudah menyiasati hal ini dengan cara memproduksi baterai, kabel data, adaptor serta komponen-komponen pendukung ponsel lainnya secara mandiri di pabrik Oppo Indonesia yang berlokasi di Kec. Karawaci, Kota Tangerang, Banten. Dengan cara ini, tingkat TKDN produk-produk OPPO sudah mencapai kisaran 31%-33%.
“Pemerintah itu perlu menyiapkan dulu industri lokal pendukungnya, sehingga industri lokal itu nanti bisa memenuhi standar dari pabrikan-pabrikan smartphone yang ada,” tambah Aryo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News