Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan harga batubara kalori rendah memberikan dampak besar bagi produsen batubara Indonesia. Termasuk emiten-emiten besar seperti PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
Untuk diketahui, harga batubara dengan kesetaraan nilai kalori 3.400 kcal/Kg GAR hingga Jumat pekan lalu berada di level US$ 30,9 per ton atau hampir setara dengan biaya produksi atau operasional yang dibutuhkan beberapa perusahaan di Indonesia.
Harga yang merosot dipicu beberapa faktor utama. Seperti kelebihan pasokan, lemahnya permintaan global, dan kondisi ekonomi serta geopolitik yang tidak menentu.
Emiten tambang Grup Bakrie dan Salim, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) selaku perusahaan yang memproduksi batubara termal, termasuk yang berkalori rendah, sebagai bagian dari portofolio mereka. Batubara kalori rendah ini umumnya diekspor ke pasar global seperti China, India, dan negara-negara lain yang memiliki permintaan untuk bahan bakar berbiaya lebih rendah.
Baca Juga: Sektor Energi Paling Apik di 2024, Simak Saham yang Menarik Dilirik Untuk 2025
Direktur & Sekretaris Perusahaan Bumi Resources Dileep Srivastava mengatakan, penurunan harga batubara kalori rendah akibat kelebihan pasokan, lemahnya permintaan, produksi yang meningkat, serta faktor geopolitik dan ekonomi global, memberikan tekanan besar pada produsen batubara untuk menyesuaikan strategi untuk bertahan di tengah ketidakpastian pasar yang dinamis.
"Penurunan harga batubara kalori rendah terutama disebabkan oleh kelebihan pasokan dan lemahnya permintaan, terutama dari Eropa, di mana cuaca yang lebih hangat telah mengurangi konsumsi batubara dan masa liburan yang meriah," kata Dileep kepada Kontan, Rabu (1/1).
Menurut Dileep, penurunan harga ini berdampak negatif pada kinerja perusahaan karena menekan margin laba, karena biaya produksi hampir setara dengan harga jual.
"Jangan lupa bahwa ada pemain baru dan Indonesia telah meningkatkan produksi sehingga ada persaingan di antara produsen batubara peringkat bawah," ujar Dileep.
Lebih lanjut, Dileep bilang, upaya untuk meningkatkan efisiensi operasional merupakan prioritas BUMI selama bertahun-tahun, dengan perusahaan-perusahaan yang cenderung berfokus pada pengurangan biaya produksi di bawah harga pasar saat ini di tengah-tengah penurunan harga.
Sementara itu, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menjual batubara kalori rendah untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik di dalam dan luar negeri, terutama bagi negara-negara berkembang di Asia Selatan dan Asia Tenggara yang masih membutuhkan batubara sebagai sumber energi utama.
Sekretaris Perusahaan Bukit Asam, Niko Chandra memiliki pandangan yang sama terkait penyebab harga batubara berkalori rendah terus merosot. Pandangan PTBA ada beberapa faktor utama penyebab penurunan harga batubara kalori rendah saat ini.
Pertama, penurunan permintaan global yang dapat dilihat dari negara-negara konsumen utama seperti China dan India cenderung mengurangi impor batubara kalori rendah karena oversupply domestik dan peningkatan upaya transisi energi.
Kelebihan pasokan (oversupply) yang dapat dilihat dari negara-negara produsen utama, seperti Indonesia, terus memproduksi dalam jumlah besar meskipun permintaan melemah, sehingga menciptakan adanya ketidakseimbangan di pasar.
"Perubahan kebijakan energi di tahun 2024 di negara-negara maju, khususnya di Eropa, yang mana mereka mulai mengurangi ketergantungan pada energi berbasis fosil, termasuk batubara, seiring dengan komitmen dekarbonisasi," kata Niko kepada Kontan, Kamis (2/1).
Baca Juga: Saham Sektor Energi Paling Mentereng di 2024, Begini Prospek dan Rekomendasi di 2025
Niko mengungkapkan, dampak penurunan harga batubara kalori rendah ke perusahaan adalah pendapatan per ton menurun sebagai salah satu dampak langsung atas penurunan indeks harga batubara dan margin keuntungan menipis jika dibandingkan dengan dua tahun terakhir yang mana penurunannya indeksnya cukup dalam.
Di sisi lain, PTBA telah memonitor tren pasar dan mencatat risiko harga sejak beberapa waktu lalu, meskipun intensitas penurunan bisa lebih tinggi dari ekspektasi.
"Kami menganggap lonjakan harga di tahun 2022 sifatnya anomali jadi sudah menyiapkan strategi untuk menghadapi penurunan indeks tersebut," ujar Niko.
Adapun, respons strategis PTBA atas fenomena ini antara lain mengoptimalkan kinerja penjualan ekspor yang memiliki harga jual lebih baik, ke negara-negara yang masih membutuhkan batubara untuk energi, seperti Asia Tenggara dan Asia Selatan.
Selain itu, melakukan efisiensi biaya yang tercermin dari tren penurunan cash cost per ton perseroan dalam dua tahun terakhir.
Baca Juga: Saham Sektor Energi Juara di 2024, Simak Prospek dan Rekomendasi untuk 2025
Niko menambahkan, PTBA telah mengambil langkah-langkah strategis berikut, yaitu, optimalisasi proses produksi dengan memanfaatkan digitalisasi untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi inefisiensi biaya.
Pengendalian biaya produksi melalui optimalisasi SR dan jarak angkut, baik tanah maupun batubara. Sementara, pengendalian biaya non-produksi berfokus pada efisiensi anggaran di semua lini operasional dan non-operasional tanpa mengorbankan kualitas atau keselamatan.
Selanjutnya: Pemerintah hanya Naikkan PPN untuk Barang Mewah, Mampukah Pertahankan Daya Beli?
Menarik Dibaca: Angka Keberuntungan Shio di Tahun 2025 Beserta Maknanya, Cari Tahu Yuk!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News