Reporter: Filemon Agung | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus berupaya mendorong agar pembangkit listrik juga dapat menikmati harga gas sebesar US$ 6 per million british thermal unit (mmbtu).
Yang terbaru, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, mengtakan, sektor pembangkit listrik berpotensi menerima manfaat di luar tujuh sektor yang tertuang dalam Peraturan Presiden No 40 Tahun 2016. "Ya, (harga gas US$ 6) untuk listrik juga," ujar Arifin di kantornya, Jumat (6/3).
Baca Juga: Menteri ESDM: Gas masih jadi tulang punggung, perlu penanganan yang tepat
Arifin melanjutkan, hingga saat ini kajian masih terus dilakukan sesuai instruksi presiden agar bisa diterapkan per 1 April 2020 mendatang. Bahkan Arifin mengungkapkan, bukan tidak mungkin nantinya akan dibuat regulasi khusus dengan masuknya sektor pembangkit listrik sebagai penerima harga gas sebesar US$ 6 per mmbtu.
"Iya, bisa di Perpres atau di Permen," ujar Arifin. Kendati demikian, ia masih belum mau merinci penambahan sektor industri yang berpotensi menerima harga gas serupa.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengungkapkan, penurunan harga gas untuk kelistrikan akan berdampak positif, utamanya untuk menghasilkan penghematan bagi PT PLN (Persero) maupun untuk keuangan negara.
Sebab, biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik dari pembangkit yang menggunakan bahan bakar gas akan terpangkas. Hal ini akan berpengaruh juga kepada penghematan subsidi dan juga kompensasi yang dikeluarkan negara.
Baca Juga: Investor asing masih berburu bluechips ini di tengah aksi jual, saham apa saja?
Sebagaimana di sektor industri, penurunan harga gas diupayakan dengan menekan harga di hulu. Namun, dengan penurunan harga di hulu, maka ada pendapatan negara yang terpangkas, baik pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Oleh sebab itu, kata Rida, pemerintah menyiapkan sejumlah simulasi untuk menghitung sensitifitas penurunan harga terhadap pengurangan pendapatan negara maupun potensi penghematan yang bisa dihasilkan.
"(Jika harga turun) tentu ada penghematan untuk PLN. BPP berkurang, ujungnya ke negara, karena bisa hemat subsidi dan kompensasi," kata Rida saat ditemui di Kementerian ESDM, Kamis (5/3).
Baca Juga: Menteri ESDM minta PLN proaktif serap pasar dari kalangan badan usaha
Rida memberikan gambaran, pada tahun ini harga gas untuk pembangkit diasumsikan dengan rerata harga US$ 8,39 per MMBTU. Dengan skenario harga gas dapat diturunkan ke angka US$ 6 per MMBTU, maka potensi penghematan yang bisa diraih sebanyak Rp 18,58 triliun dalam setahun.
Namun, jika harga ditekan menjadi US$ 6 per MMBTU, maka potensi pendapatan negara yang hilang mencapai Rp 14,07 triliun. Artinya, masih ada selisih Rp 4,51 triliun yang dapat dihitung sebagai penghematan atau manfaat yang dapat diraih dari penurunan harga gas tersebut.
"Itu kita asumsikan bisa US$ 6 per MMBTU. Beda harga, tentu akan berbeda penghitungannya. Tapi itu masih dibahas juga dengan Kementerian Keuangan dan SKK Migas," ungkap Rida.
Baca Juga: Kementerian ESDM: Tidak ada kenaikan tarif listrik hingga Juni 2020
Namun, jika harga ditekan menjadi US$ 6 per MMBTU, maka potensi pendapatan negara yang hilang mencapai Rp 14,07 triliun. Artinya, masih ada selisih Rp 4,51 triliun yang dapat dihitung sebagai penghematan atau manfaat yang dapat diraih dari penurunan harga gas tersebut.
"Itu kita asumsikan bisa US$ 6 per MMBTU. Beda harga, tentu akan berbeda penghitungannya. Tapi itu masih dibahas juga dengan Kementerian Keuangan dan SKK Migas," ungkap Rida.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News