Reporter: Filemon Agung | Editor: Noverius Laoli
Oleh sebab itu, kata Rida, pemerintah menyiapkan sejumlah simulasi untuk menghitung sensitifitas penurunan harga terhadap pengurangan pendapatan negara maupun potensi penghematan yang bisa dihasilkan.
"(Jika harga turun) tentu ada penghematan untuk PLN. BPP berkurang, ujungnya ke negara, karena bisa hemat subsidi dan kompensasi," kata Rida saat ditemui di Kementerian ESDM, Kamis (5/3).
Baca Juga: Menteri ESDM minta PLN proaktif serap pasar dari kalangan badan usaha
Rida memberikan gambaran, pada tahun ini harga gas untuk pembangkit diasumsikan dengan rerata harga US$ 8,39 per MMBTU. Dengan skenario harga gas dapat diturunkan ke angka US$ 6 per MMBTU, maka potensi penghematan yang bisa diraih sebanyak Rp 18,58 triliun dalam setahun.
Namun, jika harga ditekan menjadi US$ 6 per MMBTU, maka potensi pendapatan negara yang hilang mencapai Rp 14,07 triliun. Artinya, masih ada selisih Rp 4,51 triliun yang dapat dihitung sebagai penghematan atau manfaat yang dapat diraih dari penurunan harga gas tersebut.
"Itu kita asumsikan bisa US$ 6 per MMBTU. Beda harga, tentu akan berbeda penghitungannya. Tapi itu masih dibahas juga dengan Kementerian Keuangan dan SKK Migas," ungkap Rida.
Baca Juga: Kementerian ESDM: Tidak ada kenaikan tarif listrik hingga Juni 2020
Namun, jika harga ditekan menjadi US$ 6 per MMBTU, maka potensi pendapatan negara yang hilang mencapai Rp 14,07 triliun. Artinya, masih ada selisih Rp 4,51 triliun yang dapat dihitung sebagai penghematan atau manfaat yang dapat diraih dari penurunan harga gas tersebut.
"Itu kita asumsikan bisa US$ 6 per MMBTU. Beda harga, tentu akan berbeda penghitungannya. Tapi itu masih dibahas juga dengan Kementerian Keuangan dan SKK Migas," ungkap Rida.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News