Reporter: Maria Elga Ratri | Editor: Fitri Arifenie
JAKARTA. Bisnis sagu makin banyak peminat. Setelah PT Sampoerna Agro dan PT Austindo Nusantara Jaya masuk ke bisnis sagu, kini giliran perusahaan plat merah, PT Perhutani, ikut bermain di bisnis ini. Perhutani harus merogoh kocek sedalam Rp 150 miliar untuk membangun pabrik sagu di Sorong Selatan, Papua Barat.
Bambang Sukmananto, Direktur Utama PT Perhutani, menyatakan, perusahaan milik negara ini sudah menunjuk PT Barata untuk membangun pabrik. "Nilai investasinya itu belum termasuk kebun," ujar Bambang, akhir pekan lalu.
Lalak Indiyono, Direktur Utama Barata bilang pabrik sagu dengan kapasitas giling sebanyak 30.000 ton per tahun memakan waktu sekitar 18 bulan. Pabrik tersebut siap beroperasi pada pertengahan tahun 2015.
Sejatinya, pabrik sagu tersebut harus sudah mulai pada akhir tahun lalu. Sayang, Perhutani menemui kendala terkait dengan lahan dengan masyarakat adat Papua. "Sekarang sudah bisa diselesaikan," kata Bambang.
Demi menjaga suplai ketersediaan bahan baku, PT Perhutani akan menanam sagu. Sayang, Bambang tak mengatakan berapa nilai investasi untuk membuat kebun sagu.
BUMN kehutanan ini mengantongi izin pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dari Kementerian Kehutanan dan pemerintah daerah di Paupa Barat itu seluas 17.000 hektare (ha) untuk ditanami sagu dan tebu. "Karena pemerintah Sorong Selatan mendambakan adanya industri gula," jelas Bambang.
Perhutani menargetkan bisa menahan sagu alam sebanyak 200 pohon per hektare atau 2 juta pohon secara keseluruhan. Dengan asumsi 1 pohon memiliki 10 tual dengan hasil rata-rata 100 kilogram (kg) akan diperoleh 1 ton sagu basah dengan tingkat rendemen 10%. Bambang memperkirakan, produksi tepung sagu mencapai 100 ton per hari.
Haryono, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pertanian Kementerian Pertanian (Kemtan) mengungkapkan, Indonesia memiliki lahan sagu terluas di dunia yakni mencapai 1,33 juta ha di Sumatera, Papua dan Maluku. "Potensi produksi sagu nasional sekitar 7,3 juta ton hingga 15 juta ton per tahun," kata Haryono.
Selain berinvestasi di tanaman sagu, menurut Haryono, beberapa pemodal sudah mulai melirik tanaman sagu untuk bioethanol. "Selama ini hasil sagu Indonesia diperdagangkan dalam bentuk tepung sagu kering dan diekspor ke Malaysia dan Jepang," jelas Haryono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News