Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memberikan restu relaksasi ekspor mineral mentah kepada lima badan usaha hingga Mei 2024.
Namun, izin perpanjangan ekspor mineral mentah ini tidak diberikan cuma-cuma. Atas dasar keterlambatan pembangunan smelter, pemerintah memberikan sanksi berupa menaikkan tarif bea keluar yang ditetapkan berdasarkan kemajuan fisik pembangunan.
Kebijakan tarif bea keluar baru ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2023 tentang Perubahan PMK Nomor 39 Tahun 2022 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Aturan ini diundangkan pada 14 Juli 2023 dan mulai berlaku pada 17 Juli 2023.
Melalui beleid anyar ini, Menteri Keuangan tetap mewajibkan pengusaha membayar bea keluar meski pembangunan smelter telah mencapai 100%.
Baca Juga: Kemenkeu Merevisi Tarif Bea Keluar Produk Pengolahan Mineral Logam
Selain itu, pada PMK 71 Tahun 2023, ketentuan tahapan kemajuan fisik pembangunan smelter juga diubah.
Di kebijakan yang baru, pembangunan terbagi atas tiga tahap. Perinciannya, tahap I kemajuan fisik pembangunan smelter mencapai 50% sampai 70%. Kemudian tahap II (lebih dari 70%-90%) dan tahap III (lebih dari 90%-100%).
Sedangkan pada kebijakan yang lama, tahapan pembangunan smelter terdiri dari, tahap I (kemajuan pembangunan fisik sampai dengan 30% dari total pembangunan), tahap II (lebih dari 30%-50%), dan tahap III (lebih dari 50%).
Adapun untuk tarif bea keluar juga lebih tinggi dibandingkan aturan sebelumnya.
Ambil contoh, tarif bea keluar untuk konsentrat tembaga di PMK 39/2022 untuk perusahaan yang sudah membangun smelter hingga tahap I (kemajuan fisik smelter 30%) hanya membayar bea keluar 5%. Kini dengan PMK 71/2023 perusahaan yang telah membangun smelter di tahap I (50%-70%) diwajibkan membayar tarif bea keluar 10%.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengemukakan, diberikannya relaksasi dari beberapa industri smelter dilaksanakan atas justifikasi Pemerintah yang berkunjung langsung ke lapangan bersama dengan tim yang bisa melakukan perhitungan, dan memverifikasi progress pembangunan.
Baca Juga: Sebulan Lebih, Izin Ekspor Konsentrat Tembaga Freeport dan Amman Mineral Belum Keluar
Lima badan usaha yang mendapatkan perpanjangan izin ekspor mineral mentah hingga Mei 2024 ialah PT Freeport Indonesia, Amman Mineral Nusa Tenggara untuk komoditas tembaga, kemudian PT Sebuku Iron Lateritic Ores untuk komoditas besi, PT Kapuas Prima Citra untuk komoditas timbal, dan PT Kobar Lamandau Mineral untuk komoditas Seng.
Berdasarkan hasil verifikasi di lapangan kemajuan fisik smelter katoda tembaga milik PT Freeport Indonesia sudah mencapai 74% pada Juni 2023.
Kemudian, pembangunan fisik smelter katoda tembaga Amman Mineral telah mencapai 51,63% dengan realisasi investasi US$ 983 juta pada Januari 2023.
Adapun kemajuan fisik smelter besi Sebuku Iron Lateritic Ores sebesar 89,79% per Februari 2023 dengan realisasi investasi US$ 51,53 juta.
Lalu smelter timbal Kapuas Prima Citra sudah mencapai 100% per Mei 2022 dengan realisasi investasi US$ 10 juta.
Kemajuan pembangunan smelter seng Kobar Lamandau Mineral mencapai 89,65% per Februari 2023 dengan realiasi investasi US$ 20,2 juta.
Sebelumnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif menyatakan, pemerintah telah menghitung dampak kerugian bagi negara apabila keempat mineral mentah tersebut tidak diberikan perpanjangan izin ekspor.
Jika ekspor konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia dan Amman Mineral Industri dihentikan penuh pada Juni 2023 terdapat potensi hilangnya nilai ekspor sebesar US$ 4,67 miliar di sepanjang tahun ini dan akan terus meningkat menjadi US$ 8,17 miliar di 2024.
“Kemudian, pelarangan ekspor konsentrat tembaga ini juga akan berdampak adanya penurunan penerimaan negara dari royalti konsentrat sebesar US$ 353,6 juta dan potensi hilangnya kesempatan kerja bagi 22.250 orang,” jelasnya dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (24/5).
Kemudian untuk komoditas konsentrat besi yang dijalankan PT Sebuku Iron Lateritic Ores jika penjualan ekspornya dilarang, akan terjadi hilangnya nilai ekspor konsentrat besi di 2023 sebesar US$ 81 juta dan meningkat menjadi US$ 138,96 juta di 2024. Sedangkan, royalti yang hilang US$ 6,95 juta dan ada 1.400 tenaga kerja yang terdampak
Baca Juga: MIND ID Siapkan Dana Internal untuk Serap 14% Saham Vale Indonesia (INCO)
Sedangkan untuk komoditas timbal yang dijalankan PT Kapuas Prima Citra, jika ekspor dilarang akan berdampak pada hilangnya nilai ekspor US$ 14,36 juta dan meningkat menjadi US$ 24,6 juta di 2024. Selain itu adanya penurunan penerimaan negara dari royalti sebesar hampir US$ 1 juta dan tenaga kerja yang terdampak 1.174 orang.
Lalu untuk komoditas seng PT Kobar Lamandau Mineral, jika dilarang ekspornya akan berdampak pada hilangnya ekspor konsentrat seng US$ 21,6 juta di 2023 dan menjadi U$ 37 juta di 2024. Berkurangnya penerimaan negara dari royalti US$ 1,5 juta dan berdampak pada 1.174 orang tenaga kerja untuk kegiatan produksi maupun penjualan.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC), Harjanto Widjaja menyampaikan, kebijakan relaksasi ekspor timbal dan seng hingga Mei 2024 tentu memberikan dampak yang positif bagi ZINC di tahun ini.
Pasalnya saat ini porsi penjualan ZINC didominasi dari seng (Zn) atau 46,5% dari penjualan per kuartal I 2023 dan hingga sekarang smelter seng masih dalam proses pembangunan.
Sedangkan, smelter timbal yang notabene sudah selesai, kontribusi penjualannya hanya 15,5% (per kuartal I 2023) ke penjualan Perusahaan.
Baca Juga: Resmi Jadi Emiten BEI, Amman Mineral (AMMN) Genjot Bisnis Tambang
“Sehingga kalau kita berbicara dampak positif relaksasi ekspor ini tentu sangat positif sekali. Jadi pas begitu smelter seng kami selesai, pada 31 Mei 2024 kami bisa menjual 100% dari batuan yang kami kelola,” ujarnya belum lama ini.
Di sepanjang 2023 manajemen ZINC berharap target pendapatan bisa mencapai Rp 800 miliar dengan asumsi kondisi harga komoditas seng bisa rebound ke US$ 2.800 hingga US$ 3.000 per ton dan komoditas timbal bisa bergerak di sekitar US$ 2.000 hingga US$ 2.100 per ton. Sedangkan untuk harga besi kadar 62% diharapkan bisa di level US$ 120 hingga US$ 150 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News