kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perlunya bukti ilmiah lokal untuk produk tembakau alternatif


Senin, 16 Desember 2019 / 11:01 WIB
Perlunya bukti ilmiah lokal untuk produk tembakau alternatif
ILUSTRASI. Pekerja menata botol berisi cairan rokok elektrik (vape) di Jakarta, Senin (1/10). Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan akan menyita cairan vape yang tidak berpita cukai setelah 1 Oktober 2018 karena perdagangan cairan vape sebaga


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Visiting Professor dari Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore Tikki Pangestu menyoroti wacana pelarangan rokok elektrik di Indonesia. Menurut dia, wacana tersebut akan berdampak buruk terhadap publik.

"Wacana tersebut akan berdampak buruk kepada perokok dewasa yang ingin beralih ke produk yang risikonya lebih rendah. Dan, juga mempunyai dampak besar kepada biaya pelayanan kesehatan karena perokok-perokok tersebut dapat menderita berbagai penyakit seperti kanker paru-paru, penyakit jantung, stroke, dan diabetes,” kata Tikki dalam keterangannya, Minggu (15/12).

Perlu diketahui, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sedang mendorong wacana larangan total bagi rokok elektrik, yang merupakan bagian dari produk tembakau alternatif.

Baca Juga: Kebijakan cukai produk tembakau alternatif diperlakukan tidak tepat

Rencana pelarangan tersebut dengan cara melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Adapun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana untuk menaikkan tarif Harga Jual Eceran (HJE) Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) yang akan mulai diberlakukan per Januari 2020 mendatang. Padahal, Kemenkeu sudah mengenakan tarif cukai tertinggi bagi Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HTPL) yakni sebesar 57%.

Kemenkeu beralasan menaikkan tarif HJE untuk menekan konsumsi rokok elektrik yang sedang mendapatkan sorotan tajam.

Menurut Tikki, upaya yang dilakukan tersebut merupakan sebuah langkah mundur. Sebab, dalam konteks BPOM, rencana tersebut tidak berdasarkan kajian ilmiah.

Sejumlah negara maju justru sudah memanfaatkan produk tembakau alternatif untuk mengatasi masalah rokok. “Kemenkes dan BPOM mendorong rencana kebijakan yang tidak berdasarkan bukti ilmiah,” kata Tikki.

Baca Juga: Indef: Rencana kenaikan HJE HPTL tak tepat sasaran

Dengan fakta tersebut, Tikki menyarankan pemerintah meninjau kembali rencana mereka. Khusus Kementerian Kesehatan (Kemenkes), menurut Tikki, perlu mendorong adanya kajian ilmiah di dalam negeri dengan menggandeng segala pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha di industri produk tembakau alternatif.

"Promosikan penelitian lokal untuk mendapat lebih banyak bukti ilmiah lokal bahwa produk tembakau alternatif mempunyai manfaat," tegas Tikki.

Tikki menambahkan bahwa penelitian lokal perlu didorong untuk merespons pernyataan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang mengatakan dirinya enggan menjustifikasi bahwa rokok elektrik berbahaya bagi kesehatan dan harus dilarang.

Dampak kesehatan dari pemakaian rokok elektrik sejauh ini belum diketahui. Sebab, belum ada kajian ilmiah komprehensif yang dilakukan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×