Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permintaan batubara domestik maupun global diproyeksikan mengalami peningkatan tahun 2025. Meski harus berhadapan dengan beberapa beban tambahan dari dalam negeri termasuk ambisi pemerintah untuk meninggalkan sumber energi fosil menuju energi baru terbarukan (EBT).
Terkait hal ini, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mengatakan pihaknya optimistis pada kinerja industri batubara meski stagnasi harga batubara tidak bisa dipungkiri.
Direktur Eksekutif APBI, Gita Mahyarani, mengatakan bahwa peningkatan permintaan batubara tahun depan didorong oleh dua faktor. Yaitu permintaan batubara dalam negeri dan permintaan ekspor yang masih cukup tinggi.
"Bisnis batubara tahun 2025 pendorongnya masih ada permintaan batubara dalam negeri maupun ekspor untuk menjaga ketahanan energi," ungkap Gita saat dihubungi Kontan, Senin (30/12).
Baca Juga: Menakar Hilirisasi Bauksit yang Pembangunannya Jauh Lebih Lambat dari Nikel
Peningkatan kebutuhan dalam negeri kata Gita terlihat dari potensi kenaikan Domestic Market Obligation (DMO) Batubara tahun 2025 yang mencapai 229,3 juta ton atau lebih tinggi 4,05% dari target DMO sepanjang tahun 2024 yaitu sebesar 220 juta ton.
"Kalau berbicara peningkatan produksi, di-APBI anggota kami ada yang meningkatkan produksi, ada yang tetap, dan ada juga yang masih pada tahap eksplorasi," tambah Gita.
Senada, Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengatakan pihaknya melihat harga batubara tahun depan belum bisa menanjak ke atas. "Untuk outlook harga baik batubara maupun beberapa mineral unggulan kita, sepertinya rerata harga di 2025 masih relatif sama di 2024," katanya kepada Kontan, Senin (30/12).
Meski ada kendala dalam harga, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy mengatakan untuk tahun depan, kebutuhan listrik dalam negeri masih belum bisa dipisahkan dari sumber energi batubara.
Baca Juga: Tarif PPN 12% Memperberat Beban Perusahaan Tambang
"Tahun depan, kebutuhan listrik dalam negeri akan semakin meningkat untuk proses pembangunan di Indonesia. Apalagi dengan adanya rencana program 3 juta rumah dari pemerintah, PLN tentunya akan memerlukan tambahan supply daya listrik untuk rumah tangga," katanya kepada Kontan, Senin (30/12).
Peningkatan ini ungkapnya belum dihitung dengan peningkatan penggunaan listrik di sektor industri. Dengan adanya langkah hilirisasi, penggunaan listrik dengan bahan baku energi batubara juga dinilai akan meningkat.
"Dengan masih banyaknya jumlah cadangan dan sumber daya batubara di Indonesia, tahun 2025 batubara masih tetap menjadi penopang utama untuk menyuplai energi di Indonesia, khususnya ketenagalistrikan," jelasnya.
Peningkatan Produksi di Tengah Pergeseran ke EBT
Meski tengah mengejar peningkatan bauran energi baru terbarukan (EBT) dibandingkan dengan penggunaan energi fosil-batubara, Indonesia justru mencatatkan peningkatan volume produksi hingga tutup tahun ini.
Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat produksi batubara di dalam negeri tembus 802,31 juta ton per Kamis (26/12). Di mana realisasi tersebut telah mencapai 113% dari target target produksi 2024 yang sebesar 710 juta ton.
Dengan detail, penyerapan untuk domestik tercatat mencapai 361,48 juta ton. Sementara, realisasi untuk ekspor sebesar 412,5 juta ton. Adapun realisasi untuk domestic market obligation (DMO) mencapai 162,03 juta ton.
Baca Juga: Eksportir Waswas Menanti Revisi Aturan Wajib Parkir DHE
Produksi yang melebihi target menunjukkan ketergantungan Indonesia masih tinggi terhadap komoditas emas hitam ini. Ini juga tercermin dari bauran EBT yang hingga tutup tahun hanya mencapai 14,1%.
Adapun dari APBI, dari total 91 anggota perusahaan produsen batu bara yang tergabung terdapat peningkatan volume produksi sepanjang tahun ini yang diprediksi menyentuh angka 534 juta ton.
"Ada kenaikan, untuk persentasenya mungkin di bawah 5%. Dengan volume (produksi)-nya antara 526-534 juta ton. Lebih tinggi dibandingkan dengan (volume) 2023 yang sebesar 518 juta ton," jelas Gita.
Ungkapan sama juga dikemukakan Ketua Badan Kejuruan Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (BK Pertambangan PII) sekaligus mantan Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan bahwa tambang batu bara masih akan bertahan meski ada transisi menuju energi hijau.
"Untuk mencapai kinerja yang lebih baik, Indonesia perlu memberikan stimulus yang mendukung investasi seperti infrastruktur, pembiayaan (financing), inovasi teknologi, dan pengembangan sumber daya manusia di sektor pertambangan," katanya.
Ekspor Berpotensi Meningkat pada 2025
Potensi peningkatan permintaan batubara tahun depan juga disokong oleh data dari Internasional Energy Agency (IEA) atau Badan Energi Internasional yang memprediksi permintaan global untuk batubara akan mencapai rekor baru, setidaknya hingga 2027.
Dalam laporan Bloomberg, Rabu (18/12), IEA melihat permintaan batubara akan meningkat menjadi hampir 8,9 miliar ton pada 2027, atau sekitar 1% lebih tinggi dari level 2024.
Dari sisi penambang, Sudirman bilang tahun depan perubahan besar juga akan terjadi pada industri batubara, mengingat presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Presiden Donald Trump yang dinilai pro coal.
Baca Juga: Pajak Alat Berat (PAB) Berlaku Tahun Depan, Emiten Jasa Pertambangan Bisa Terdampak
"Ada kecenderungan akan kebutuhan komoditas batubara di lingkup global akan melonjak, salah satu hal yang mendorong proyeksi pertumbuhan kebutuhan batubara itu adalah terpilihnya Donald J. Trump sebagai Presiden Amerika Serikat, yang cenderung masih mendukung sektor energi fosil seperti batubara," jelas Sudirman.
Untuk pasar internasional, permintaan akan supply batubara ungkap akan meningkat khususnya kepada dua negara importir sekaligus penduduk terbanyak di dunia yaitu Tiongkok dan India.
Adapun, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) volume ekspor batubara Indonesia pada kuartal III-2024 meningkat 15,04% YoY, dan secara bulanan naik 2,62% MtM yang mencapai volume 34,64 juta ton, dengan nilai ekspor mencapai US$ 2,54 miliar.