kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Permintaan perkantoran di CBD Jakarta anjlok


Rabu, 21 Januari 2015 / 14:45 WIB
Permintaan perkantoran di CBD Jakarta anjlok
ILUSTRASI. Beberapa ide lomba 17an antimainstream yang terinspirasi dari beberapa game di variety show populer Korea.


Sumber: Kompas.com | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Properti komersial perkantoran di kawasan segi tiga emas atau central business district (CBD) Jakarta mengalami penurunan signifikan sepanjang tahun 2014. Hal ini ditandai dengan kontraksi tingkat permintaan yang hanya mencapai 48.363 meter persegi.

Menurut National Director Head of Advisory JLL Indonesia, Vivin Harsanto, tingkat permintaan tersebut merupakan catatan terendah sepanjang satu dekade terakhir sejak 2004. Sebelumnya tingkat permintaan bisa mencapai ratusan ribu meter persegi. 

"Bahkan pada kuartal terakhir 2014, terjadi negative take up (serapan negatif) seluas 2.600 meter persegi," tutur Vivin kepada Kompas.com, Rabu (21/1/2015).

Sejatinya, tambah Vivin, tren kemerosotan mulai terjadi pada 2012 lalu. Ketika itu tingkat serapan mencapai sekitar 360.000 meter persegi, lebih rendah ketimbang pencapaian 2011 yang sekitar 430.000 meter persegi. 

"Penurunan terus berlanjut pada 2013 di mana ruang-ruang perkantoran terserap seluas 300.000 meter persegi. Tahun ini pun tingkat serapan diperkirakan tidak akan terjadi lonjakan, tetap stabil karena pasokan baru yang pasar cukup banyak," ujar Vivin.

Pemilihan umum, perlambatan pertumbuhan ekonomi, kenaikan suku bunga, tarif dasar listrik dan bahan bakar minyak (BBM), menurut Vivin, merupakan pemicu utama yang memengaruhi pertimbangan perusahaan menunda ekspansi dan eksekusi penyewaan ruang perkantoran.

"Sebaliknya banyak perusahaan yang justru melakukan efisiensi dan relokasi dari sebelumnya berkantor di kawasan CBD ke gedung yang dimiliki sendiri," tambah Head of Markets JLL Indonesia, Angela Wibawa. 

Rendahnya kinerja serapan perkantoran, kata Angela, juga dipengaruhi nihilnya apsokan baru yang masuk pasar pada 2014. Sehingga, meski menunjukkan negative take up, tingkat okupansi sedikit naik yakni 1,03 persen menjadi rerata 94 persen. 

Demikian halnya dengan harga sewa (rental rate) tidak mengalami perubahan berarti, kecuali pada gedung grade B yang naik sekitar tiga persen pada kuartal IV 2014. Sementara service charge (biaya perawatan) menunjukkan tendensi meningkat yang dipengaruhi kenaikan tarif dasar listrik, BBM, dan upah minimum regional (UMR). 

Adapun harga sewa rerata mencapai Rp 286.684 per meter persegi per bulan dan biaya perawatan rerata saat ini sekitar Rp 80.823 per meter persgei per bulan.

"Terlepas dari kondisi perekonomian dalam negeri yang masih diwarnai melemahnya Rupiah, tingginya suku bunga dan sentimen bisnis yang sedang menurun, aktivitas pasar properti di Indonesia masih menunjukkan persepsi positif," tandas Director Strategic Consulting JLL Indonesia, Herully Suherman.

Tahun ini hingga 2018 mendatang, kata Herully, terdapat tambahan pasokan gedung perkantoran di CBD Jakarta seluas 2,8 juta meter persegi. Sedangkan perkantoran eksisting mencapau luas 4,7 juta meter persegi.(Hilda B Alexander )

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×