Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Dirjen ILMATE Kemenperin), Taufiek Bawazier mempertanyakan mengenai kepastian atas keberlanjutan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) tahun ini.
Menurut Taufiek, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita justru berharap rapat teknis segera diadakan untuk mendapat kepastian perpanjangan HGBT industri dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (MenESDM) dan Menteri Keuangan (Menkeu). Ia juga bercerita bahwa rapat yang sebelumnya diagendakan pada Jumat (22/3) pukul 14.30 WIB tiba-tiba ditiadakan.
Menurutnya, tiba-tiba pada Jumat pagi, secara sepihak Kementerian ESDM mengubah jadwal rapat menjadi Pukul 10.00 WIB. Sedangkan, di waktu yang sama, Menperin sudah mempunyai Agenda melantik 11 pejabat di Kemenperin, sehingga dengan berat hati menugaskan Pejabat Level Eselon 1 untuk menghadiri rapat yang diubah dadakan jadwalnya.
“Kemudian saya meluncur ke lokasi kantor Kementerian ESDM di Jalan Medan Merdeka Selatan. Tibanya di sana, rapat ditiadakan dengan alasan Menperin berhalangan hadir,” ungkap Taufiek dalam siaran pers, Sabtu (23/3).
Baca Juga: Hilirisasi Industri Hijau Banyak Tantangan, PB HMI & KADIN Sorot Soal Talenta dan IT
Dalam pertemuan dengan Menkeu dan Menteri ESDM, Taufiek menyampaikan pesan Menperin Agus mengenai hitung-hitungan teknokratis benefit HGBT dan multiplier effect untuk tujuh sektor industri.
“Kami juga meminta agar program HGBT sesuai Perpres Presiden Jokowi dilanjutkan bahkan diperluas dengan prinsip no one left behind, bukan hanya untuk tujuh sektor industri yang saat ini menerima fasilitas,” jelas Taufiek.
Dalam penjelasan singkat kepada kedua menteri, Taufiek melaporkan total nilai HGBT yang dikeluarkan termasuk untuk listrik dari 2021 hingga 2023 sebesar Rp 51,04 triliun. Sedangkan nilai tambahnya bagi perekonomian nasional sebesar Rp 157,20 triliun, atau meningkat hampir tiga kali lipat.
“Artinya, manfaat dan multiplier effect-nya sangat besar bagi ekspor, pendapatan pajak, pengurangan subsidi pupuk, dan investasi,” tegas Taufiek.
Dari tujuh sektor industri penerima HGBT, industri pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, serta sarung tangan karet berhasil meningkatkan nilai tambah ekspor pada tahun 2021-2023 sebesar Rp 84,98 triliun, dengan nilai ekspor terbesar diraih oleh sektor oleokimia sebesar Rp 48,49 triliun.
Bukan hanya ekspor, dia bilang ada peningkatan pajak yang diperoleh senilai Rp 27,81 triliun. Multiplier effect dari pemberian HGBT juga mendorong investasi baru sebesar Rp 31,06 triliun, serta penurunan subsidi pupuk sebesar Rp 13,33 triliun akibat penurunan Harga Pokok Penjualan (HPP) produksi.
Sehingga jika HGBT ditiadakan atau tidak diperpanjang, dia menilai terdapat opportunity lost bagi industri yang berujung perekonomian akan merosot dan menurun tiga kali lipat. Hal ini juga menyebabkan produk buatan Indonesia menjadi tidak kompetitif, yang dapat berakibat pada penutupan pabrik serta PHK.
Taufiek mengingatkan, industri butuh gas murah baik sebagai energi dan feedstock.
Baca Juga: Aturan Impor Masih Menimbulkan Keluhan dari Berbagai Kalangan Pengusaha
“Pelaku industri juga memperoleh gas dengan membeli, bukan gratis. Dari perspektif ini, jelas pemerintah harus hadir,” Taufiek menegaskan.
Dari portofolio penerima HGBT, di tahun 2023, industri penerima berjumlah 265 perusahaan dan kelistrikan sebesar 56 perusahaan dengan total penerima sebesar 321 perusahaan. Alokasi gas industri hanya 1.222,03 BBTUD dan kelistrikan sebesar 1.231,22 BBTUD. Artinya, masih lebih banyak sektor kelistrikan penerima alokasi HGBT dibandingkan industri.
“Itupun hanya diberikan 85,31% dan banyak persoalan di lapangan, termasuk biaya surcharge,” terang Dirjen ILMATE.
Kemenperin berpendapat, meski terdapat berbagai kekurangan dari pelaksanaan HGBT, nilai positifnya masih lebih banyak dibanding bila program ini tidak dilanjutkan. Kepastian industri mendapatkan gas murah menjadi prioritas.